Unsur-unsur Hirabah

Unsur jarimah hirâbah itu adalah ke luar untuk mengambil harta, baik dalam kenyataannya pelaku tersebut mengambil harta atau tidak.[1] Di sini terlihat dengan jelas perbedaan antara perampokan dengan pencurian, karena unsur pencurian adalah mengambil harta itu sendiri, sedangkan perampokan adalah tindakan ke luar dengan tujuan mengambil harta, yang dalam pelaksanaannya mungkin tidak mengambil harta, melainkan tindakan lain, seperti melakukan intimidasi atau membunuh orang.

Di samping itu dari pengertian hirâbah yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah di atas, dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk tindak pidana perampokan itu ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
  • Keluar untuk mengambil harta secara kekerasan, kemudian pelaku hanya melakukan intimidasi, tanpa mengambil harta dan tanpa membunuh.
  • Keluar untuk mengambil harta secara kekerasan, kemudian ia mengambil harta tanpa membunuh.
  • Keluar untuk mengambil harta secara kekerasan, kemudian ia melakukan pembunuhan tanpa mengambil harta.
  • Keluar untuk mengambil harta secara kekerasan, kemudian ia mengambil harta dan melakukan pembunuhan.

Apabila seseorang melakukan salah satu dari keempat bentuk tindak pidana perampokan tersebut maka ia dianggap sebagai perampok selagi ia keluar dengan tujuan mengambil harta dengan kekerasan. Akan tetapi, apabila seseorang keluar dengan tujuan mengambil harta, namun ia tidak melakukan intimidasi, dan tidak mengambil harta, serta tidak melakukan pembunuhan maka ia tidak dianggap sebagai perampok, walaupun perbuatannya itu tetap tidak dibenarkan, dan termasuk maksiat yang dikenakan hukuman ta’zir.

RUJUKAN

[1] Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islam, jilid I, op. cit., hlm. 639; Lihat juga Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989, hlm. 129.