Syarat-Syarat Hukuman Potong Tangan

Dalam hal melakukan hukum potong tangan sangatlah tidak mudah, tidak semua orang yang mengambil harta orang lain dapat langsung mendapatkan hukuman tersebut. Hukum potong tangan dapat dilaksanakan apabila sudah memenuhi syarat, syarat-syarat tersebut adalah:

  • Disyaratkan pencuri itu sudah baligh, berakal, melakukan pencurian itu dengan kehenadak sendiri. Bagi anak-anak, orang gila dan orang yang dipaksa orang lain, tidak dihukum potong tangan.
  • Keadaan barang yang dicuri itu sudah mencapai nishab yaitu seperempat dinar. Nishab adalah bagian utama dari syarat penetapan seseorang untuk dipotong tangan disebabkan ukuran barang yang dicuri, baik dalam ketentuan hadits ataupun ijma’ para ulama’ dan dalam pencurian sendiri atau pencurian kelompok.

Abu Hanifah dan Tsauri mengatakan: Tidak ada potong tangan, melainkan mencuri uang sebesar 10 dirham ke atas.

Dari Qasim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud dari Ubaiyah dari Abdullah Ibn Mas’ud Nabi saw bersabda: Tidak ada potong tangan dalam sesuatu yang kurang dari sepuluh dirham. Imam Malik dan Imam Syafi’i berkata: Tidak ada potong tangan melainkan mencuri seperempat dinar atau 3 dirham.


Ia berpendapat demikian didasarkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah:

Dari ‘Aisyah Nabi saw. pernah bersabda: dipotong tangan seorang pencuri (yang mencuri) seperempat dinar ke atas.

  • Barang itu diambil dari tempat penyimpanan, dan juga barang itu bukan milik pencuri.

Selain syarat dilakukannya potong tangan adalah nishab, syarat selanjutnya yaitu barang itu harus berada dalam tempat penyimpanan. Adapun yang dimaksud tempat simpanan yang lazim yaitu tempat yang biasa dipakai untuk menyimpan barang, seperti rumah, kemah dan benda-benda yang dihuni oleh manusia untuk melindungi barang-barangnya. Kadang-kadang yang dimaksud penyimpanan yaitu penjaga barang itu sendiri, yang sengaja mengawasi barang-barang itu. Maka jika barang itu dicuri dari penjaga tersebut, pencurinya harus dipotong tangan.

Adapun Imam Syafi’i mendefinifsikan simpanan yaitu apabila benda-benda pasar atau barang dagangan diikat satu dengan lainnya pada tempat ia dijual dan pada malam harinya dimasukkan ke dalam karung dan dijahitnya, demikian juga apabila barang-barang ditaruh dan barang itu ditiduri, maka dipotong tangan, karena membaringi barang tersebut merupakan tempat simpanan.

Hirz atau penyimpanan itu ada dua macam yaitu:

  1. Hirz bi al-makan atau hirz bi nafsi
  2. hirz bi al-hafizd atau hirz bi gairih

Pengertian hirz bi al makan atau hirz bi nafsi adalah setiap tempat yang disiapkan untuk penyimpanan barang, di mana orang lain tidak boleh masuk kecuali dengan izin pemiliknya, seperti rumah, warung, gudang dan sebagainya. Tempat tersebut merupakan tempat penyimpanan, karena bentuk dan perlengkapannaya dengan sendirinya merupakan penyimpanan tanpa memerlukan penjagaan.

Adapun yang disebut dengan hirz bi al hafizd atau hirz bi gairih yaitu suatu tempat yang tidak disiapkan untuk tempat simpanan barang, di mana setiap orang boleh masuk tanpa izin, seperti jalan halaman dan tempat parkir. Hukumnya sama dengan lapangan terbuka jika di sana tidak ada orang yang menjaga. Artinya tempat tersebut dapat dinamakan hirz apabila ada orang yang menjaganya. Itulah sebabnya tempat tersebut disebut hirz bi al-hafizd atau hirz bi gairih.

Sebagai contoh seorang yang memakirkan kendaraannya di pinggir jalan tanpa penjaga, maka hal tersebut dianggap memarkir bukan pada hirz atau tempat penyimpanan. Akan tetapi apabila ditempat tersebut terdapat orang yang menjaga seperti satpam maka jalan tersebut dianggap sebagai hirz bi al-hafizd atau hirz bi gairih.