Tugas dan Wewenang KPK

Tugas dan Wewenang KPK – Dalam hal tugas dan wewenang KPK, sebagaimana diatur dalam pasal 6 sampai dengan 14 UU No. 30 Tahun 2002 KPK mempunyai tugas dan kewenangan koordinasi dalam kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dengan kewenangan tersebut diatur tentang sistem laporan dan informasi dari instasi terkait.

Tugas dan Wewenang KPK


Aplikasi dari prinsip tersebut maka kepada KPK juga diberi tugas dan wewenangan supervisi yang meliput pengawasan dan penelitian. KPK juga berwenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan, apabila:
  1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti.
  2. Proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/tertunda tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan
  3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi.
  4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi
  5. Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislative. (http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc. diakses pada 18 Mei 2009)

Dalam melaksanakan tugas memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi kewenangan yang tidak dimiliki institusi lain yaitu:
  1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
  2. Memerintahkan kepada instasi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
  3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
  4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.
  5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.
  6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa (individu atau korporasi) kepada instasi terkait.
  7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang di periksa.
  8. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri.
  9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. (http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc. diakses pada 18 Mei 2009).

Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya berdasarkan Pasal 40 UU No 30/2002. KPK tidak berwenang mengeluarkan SPPP untuk menghindari adanya main mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan kewenangan tersebut KPK mampu mengeliminasi korupsi secara konseptual dan sistematis. hal tersebut juga tercantum pada Pasal 3 UU. No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. (http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc. diakses pada 18 Mei 2009)