Bantuan Hukum Di Indonesia

SUDUT HUKUM | Para pendiri (founding fathers) Republik Indonesia telah bertekad untuk membentuk negara Republik Indonesia yang berdasarkan hukum (rechsstaat) an bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Dalam negara hukum, individu dan negara berdiri sejajar. Kekuasaan negara dibatasi konstitusi dan diatur undang-undang. Moh. Yamin mendefenisikan bahwa negara hukum adalah kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah hanya berdasarkan dan berasal dari undang-undang dan sekali-kali tidak berdasarkan kekuasaan senjata, kekuasaan sewenang-wenang, atau kepercayaan bahwa kekuatan badanlah yang boleh memutuskan segala pertikaian dalam negara.

Persoalan tentang bantuan hukum di Indonesia berhubungan erat dengan sifat Negara Indonesia, sebagai suatu Negara hukum dan konskuensi dari pada diakuinya prinsip Negara Indonesia adalah Negara hukum.Bantuan hukum hanya mungkin dapat berkembang dengan baik bilamana suatu Negara menjadikan hukum sebagai landasan dari segala kegiatan dan penataan kelembagaannya.

Sejak Indonesia merdeka, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan profesi advokat khususnya tentang bantuan hukum di muka pengadilan yang salah satunya pada tahun 1946, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang Undang-undang Peraturan Hukum Pidana. Dalam undang-undang tersebut diatur tentang kedudukan advokat dan procureur dan orang-orang yang memberikan bantuan hukum.

Pemberian bantuan hukum sejak zaman kemerdekaan tetap dilakukan oleh advokat dan procureur.Pelaksanaan pemberian bantuan hukum tentunya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada khususnya dalam bantuan hukum ini H.I.R yang masih tetap berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.Hanya saja pemberian bantuan hukum pada waktu itu belum terorganisir dengan baik dalam arti belum ada suatu lembaga khusus untuk itu.Pada waktu itu memang dikenal adanya para advokat yang pada zaman pemerintah Hindia Belanda banyak memasuki kancah perjuangan pemuda Indonesia yang mempunyai cita-cita agar terwujud adanya Indonesia merdeka bersama-sama pemuda dan kaum terpelajar lainnya.Peranan advokat pada waktu itu bagi perjuangan kemerdekaan nasional cukup banyak dikenal dan menjadi Perintis kemerdekaan.

Bantuan hukum sering diasosiasikan oleh masyarakat sebagai belas kasihan bagi fakir miskin. Hal ini terungkap dalam konfrensi yang ke-3 dari Law Asia di Jakarta pada tanggal 16-19 Juli 1973 bahwa ada kecenderungan umum yang melihat bantuan hukum kepada orang miskin hanya merupakan belas kasihan tetapi bukan sebagai hak asasi dimana si miskin dapat membela dirinya secara hukum dan menyampaikan semua keluhannya untuk kemudian mendapatkan ganti rugi. Hak untuk dibela oleh advokat atau penasihat hukum dan diperlakukan sama dihadapan hukum (equality before the law) adalah suatu hak asasi manusia bagi semua orang.. Dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Sering sekali bantuan hukum diasosiasikan oleh masyarakat sebagai belas kasihan bagi si miskin. Seharusnya, bantuan hukum jangan hanya dilihat dalam arti yang sempit tetapi juga dalam arti yang luas. Selain membantu orang miskin bantian hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan hak asasi manusia. Padahal, hak untuk dibela oleh advokat atau penasihat hukum dan diperlakukan sama di hadapan hukum alam memperoleh keadilan adalah suatu hak asasi manusia bagi semua orang termasuk fakir miskin justice for all. Dalam masyarakat Indonesia ad anggapan bahwa fakir miskin adalah tanggung jawab dari orang yang lebih mampu.

Agama Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia sangat berpengaruh dalam memberi perlakuan terhadap fakir miskin. Terhadap fakir miskin, orang yang lebih mampu dapat memberikan sedeah (charity) yang merupakan anjuran, dapat pula berupa zakat (obligation) yang merupakan kewajiban bagi orang yang lebiih mampu. Pasal 34 juga disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar merupakan tanggungjawab Negara.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa bantuan hukum terhadap orang miskin merupakan kawajiban Negara.

Bantuan hukum diharapkan dapat mencegah perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi atas tersangka atau terdakwa yang tergolong miskin. Inilah yang dinamakan due process of law atau proses hukum yang adil. Tersangka atau terdakwa dilindungi haknya sebagai orang yang menghadapi tuntutan hukum dan terdesak karena diadili.

Di Indonesia, bantuan hukum juga di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Dalam tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

Dalam Pasal 114 KUHAP juga di sebutkan bahwa dalam seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.Secara garis besar di Indonesia pemberian bantuan hukum tidak hanya terbatas pada pendampingan di sidang pengadilan (litigasi) terhadap terdakwa atau terpidana namun ada juga yang dikenal dengan pendampingan di luar pengadilan (non litigasi) seperti pamberian bantuan hukum terhadap perusahaan berupa Legal Opinion.Legal Opinion adalah pendapat hukum yang diberikan oleh seorang advokat berdasarkan hasil legal audit/due diligence yang dilakukannya. Walaupun dalam praktek pemberian legal opinion ini berbayar mengingat besarnya resiko yang akan ditanggung oleh advokat manakala ia salah dalam mengambil suatu legal opinion.

Bantuan hukumstruktural alternatif keadilan untuk struktur timpang dan menindas. Konsep bantuan hukum struktural terdiri dari bantuan hukum dan struktural.Bantuan hukum atau istilahnya ”Legal Aid” yang berarti bantuan hukum yang berpihak untuk masyarakat yang lemah dan tidak mampu. Dimana masyarakat lemah tersebut tidak mampu secara hak hukum, hak ekonomi politik dan sosial budaya, ketidak mampuan ini tidak secara kodrati tetapi diciptakan oleh pihak kuat agar tidak mampu dan selalu terhisap sumber daya manusia maupun, sumber daya alamnya. Selain itu pembelaan bantuan hukum jenis ”Legal Aid” ini adalah bantuan hukum perjuangan yang memiliki karakteristik keberpihakan secara jelas yakni terhadap kepentingan dan hak asasi manusia (HAM) yang paling fundamental untuk rakyat kecil dari lapisan yang paling bawah yang lemah.

Sebagai alat dasar hukum dalam melakukan perjuangan bantuan hukum struktural tidak lepas dari inspirasi untuk mewujudkan keadilan secara merata dengan HAM, dimana manusia secara kodrati memiliki HAM, yakni hak secara fundamental dan mendasar karena pemberian dari Sang Tuhan-Nya dengan tidak boleh diambil, dibagi, dan dikurangi apalagi dirampas oleh sebagian ciptaan Tuhan yang lainnya. Secara dasar hukum Internasional sudah dijelaskan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) (Human Right) oleh semua negara-negara didunia.Yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948 bantuan hukum ini sudah menyatakan komitmennya untuk penegakan HAM untuk umat manusia yang berada disemua negara.Agar terjadi penghormatan HAM sehingga tidak terjadi perampasan hak asasi manusia dan penindasan disegala lini kehidupan.

Selanjutnya dalam penegakan HAM dalam konvenan-konvenan Internasional sebagai landasan operasional. Seperti Indonesia sudah meratifikasi konvenan Internasional pada tahun 2005 mengenai konvenan internasional hak-hak sipil dan politik (Internasional convenan on political and civil right) yang sudah diundangkan menjadi Undang-undang No. 11 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik yakni hak hidup, hak berorganisasi, hak tidak diskriminasi, hak mendapat keadilan, hak berpendapat, hak pelayanan baik, hak dipilih dan memilih, hak berkeyakinan dan beragama, hak tidak boleh disiksa, hak rasa aman, hak tidak ditindas, hak partisipasi dalam pemerintahan, dan sebagainya. Dan selanjutnya diundangkannya dalam penegakan HAM adalah telah diratifikainya konvenan internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Internasional convenan on cultur, social, and economic right) dimana sudah diundangkan menjadi Undang-undang No. 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya mengenai hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan kesehatan, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatkan perumahan atau tempat tinggal, dan sebagainya.

Dalam kontek bantuan hukum struktural dimana menurut Adnan Buyung Nasution dimana ada struktur kuat (atas) dan struktur lemah (bawah) dimana struktur kuat diderivikasikan menjadi negara dan pengusaha yang potensi besar dalam melakukan pelanggaran dan kejahatan struktural, karena tidak menghormati hak-hak asasi manusia.

Menurut Soekarno (dalam bukunya dibawah bendera revolusi), yang bisa merubah dunia ini adalah kekuatan masyarakat (people power) dengan didukung kaum yuris (kalangan hukum).42Hal ini sangat ada kaitannya dengan penegakan bantuan hukum struktural, adalah salah satu kalangan hukum yang fleksibel dan mempunyai kelincahan dan harapan cita-cita penegakan hukum yang adil dan berpihak masyarakat adalah kalangan advokad.Selain bisa perjuangan didalam pengadilan juga bisa berjuang dengan banyak mempengaruhi masyarakat diluar pengadilan.

Perjuangan didalam pengadilan yang identik syarat dengan ”kandang macan” atau mafia pengadilan dimana kekuasaan, jabatan dan uang yang bisa memenangkankan. Dan tidak bisa berharap lebih untuk menang adalah kalangan kaum miskin dan tidak mampu.pemerintahan pun juga merampas dan menindas hak-haknya. Begitu pula didalam pencarian keadilan didunia peradilan dari penyidikan sampai didalam persidangan juga dirampas dan ditindas juga.Jadi dimana-mana diciptakan sistem yang menindas dan merampas hak-hak.

Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi martabat dan hak asasi warga negaranya. Penghormatan terhadap martabat dan hak asasi warga negara ini berlaku pula dalam proses penegakan hukum. Bentuk nyata proses penegakan hukum yang menjunjung martabat warga negara adalah dengan menerapkan asas keseimbangan yang menyebabkan aparat penegak hukum mempunyai dua peran, yaitu sebagai pelindung kepentingan masyarakat, sekaligus sebagai pelindung harkat dan martabat dari warga negara. Perlindungan harkat dan martabat ini harus dilaksanakan tanpa pandang bulu, termasuk kepada tersangka pelaku tindak kejahatan sekalipun.Seorang tersangka harus dijadikan sebagai subjek hukum yang mempunyai martabat, sedangkan kesalahan tersangka ditempatkan sebagai objek hukum.Hal inilah yang dikenal sebagai prinsip akusatur.

Konsekuensi nyata dari prinsip akusatur adalah pengakuan terhadap asas praduga tak bersalah.Seorang tersangka harus dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan bersalah oleh pengadilan. Dalam proses membuktikan ada tidaknya kesalahan, seorang tersangka berhak mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan. Seorang tersangka dapat memilih sendiri penasihat hukum yang disukainya.Bantuan hukum ini merupakan jaminan yang diberikan oleh Negara sebagai bentuk perlindungan hak terhadap warga negara. Bahkan guna menjamin terpenuhinya hak mendapat bantuan hukum ini, negara mewajibkan semua pejabat yang berwenang untuk menunjuk penasihat hukum secara cuma-cuma bagi tersangka apabila ia tidak mampu menyediakan penasihat hukumnya sendiri.

Terlepas dari kerancuan pengertian bantuan hukum diatas, tersimpan harapan yang besar akan terwujudnya keadilan yang tidak memihak. Tak peduli apakah orang tersebut mampu atau tidak, menggunakan jasa legal aid atau legal assistance, keadilan harus tetap ditegakkan agar hukum dapat memiliki kekuatan supreme di mata masyarakat.Karena bukan subjek hukumnya yang harus dihormati, tetapi hukum dan keadilan itu sendiri, karena bahwasanya bantuan hukum adalah suatu konsep untuk mewujudkan persamaan di hadapan hukum dan pemberian jasa hukum serta pembelaan bagi semua orang dalam kerangka keadilan untuk semua orang.