Sistem Dua Jalur (Double Track System) dalam Sanksi Hukum Pidana

SUDUT HUKUM | Ide dasar adanya model sanksi sitem dua jalur (double track system) adalah adanya kesetaraan antara sanki pidana dan sanksi tindakan. Ide kesetaraan ini dapat ditelusuri lewat perkembangan yang terjadi dalam sistem sanksi hukum pidana dari aliran klasik aliran modern dan neo-klasik. Aliran klasik pada umumnya hanya menggunakan model single track system, yakni sistem sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. Sudarto menyatakan bahwa aliran klasik tentang pidana bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana.

Pada aliran modern mencari sebab kejahatan memakai metode ilmu alam dan bermaksud untuk mendekati atau mempengaruhi penjahat secara positif sejau dia masih dapat diperbaiki bertolak belakang dengan paham aliran klasik, aliran modern memandang kebebasan kehendak manusia banyak dipengaruhi oleh watak dan lingkungannya sehingga tidak dapat dipersalahkan dan dipidana.

Aliran neo-klasik menyatakan dengan tegas bahwa konsep keadilan sosial berdasarkan hukum, tidak realistis dan bahkan tidak adil. Aliran ini berpangkal dari aliran klasik yang dalam perkembangannya kemudian dipengaruhi aliran modern. Ciri aliran ini yang relevan dengan prinsip individualisme adalah modifikasi dari doktrin kebebasan berkehendak dan doktrin pertanggungjawaban pidana.

Sistem dua jalur (double track system) secara umum adalah sistem dua jalur mengenai pengenaan sanksi dalam hukum pidana, yakni jenis sanksi pidana disatu pihak dan jenis sanksi tindakan di pihak lain. Sistem dua jalur (double track system) ini mengkehendaki dua jenis sanksi ini dalam kedudukan yang setara dalam sistem sanksi hukum pidana. Dari sudut ide dasar Sistem dua jalur (double track system) kesetaraan kedudukan sanksi pidana dan sanksi tindakan sangat bermanfaat untuk memaksimalkan penggunaan kedua sanksi tersebut secara tepat dan proposional.

Sanksi pidana (punishment) berorientasi kepada penderitaan dan pencelaan yang dikenakan terhadap pelaku. Sedangkan sanksi tindakan (maatregel, treatment) secara relatif lebih bermuatan pendidikan dan cenderung lebih antisipatif dan bersifat penanggulangan. Jika ditinjau dari teori-teori pemidanaan maka sanksi tindakan merupakan sanksi yang tidak membalas. Ia hanya semata-mata ditunjukkan pada prevensi khusus yakni melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat merugikan kepentingan masyarakat. Singkatnya, sanksi pidana berorientasi pada ide pengenaan sanksi terhadap pelaku suatu perbuatan, sementara sanksi tindakan berorientasi pada ide perlindungan masyarakat.

Perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan dapat juga dilihat dari teoriteori pemidanaan antara lain teori absolut, teori relatif dan teori gabungan. Menurut Alf Ross untuk dapat dikategorikan sebagai sanksi pidana (punishment), suatu sanksi harus memenuhi dua syarat atau tujuan, yaitu pertama pidana ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang bersangkutan dan kedua pidana itu merupakan suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku. Pada prinsipnya untuk membedakan sanksi pidana dan sanksi tindakan harus didasarkan pada ada tindaknya unsur pencelaan bukan pada tindaknya unsur penderitaan. Menurut Alf Ross sanksi tindakan tetap melekat unsur penderitaan tetapi tidak dimaksudkan untuk mencela perbuatan si pelaku.