Landasan Hukum Mediasi

SUDUT HUKUM | Secara normatif dasar hukum mediasi di Indonesia terdapat pada aturan-aturan sebagai berikut:

  • HIR Pasal 130 HIR dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berpekara sebelum perkaranya diperiksa.

Pasal 130 HIR :
(1) Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak belum datang maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.
(2) Jika perdamaian yang demikian dapat dicapai maka pada waktu sidang dibuat dan surat itu berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
(3) Terhadap keputusan yang demikian tidak dizinkan banding.
(4) Jika pada waktu mencoba mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai seorang juru bahasa maka peraturan yang berikut dituruti peraturan pasal berikut (pasal 131).

Pasal 154 Rbg :
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.
(2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.
(3) Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding.
(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)

  • SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang Pembedayaan Lembaga Perdamaian
  • PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
  • PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
  • PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
  • Mediasi atau APS di luar Pengadilan diatur dalam pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
  • UU No. 7 Tahun 1974 tentang Perkawinan BAB VIII tentang putusnya perkawinan serta akibatnya, Pasal 39:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

  • Kompilasi Hukum Islam BAB XVI tentang Putusnya Perkawinan Bagian Kesatu, Pasal 115 :

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Bagian Kedua, Pasal 131 ayat (2):

Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga,

Pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.”

Pasal 143:
(1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Pasal 144:
“Apabila terjadi perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian”

  • PP No. 9 Tahun 1975, Pasal 32:

“Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian”.