Pengertian Hukum Pidana

SUDUT HUKUM | Sebelum membahas lebih jauh mengenai unsur-unsur tindak pidana dan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang apa hukum pidana itu sebenarnya, dan mengapa seseorang yang melakukan tindak pidana harus dipertanggungjawabkan secara pidana?tentunya penulis memulainya dengan membahas istilah dan pengertian hukum pidana. Diharapkan pembahasan ini akan membuat para pembaca memahami betul tentang pemaknaan istilah hukum pidana, sehingga memudahkan pembaca untuk dapat memahami dan membedakan unsur-unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perasaan tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar individu dalam masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian sebagaimana yang kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa dalam hal ini mencakup perasaan atau keadaan psikis.

Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafrecht Straf berarti pidana, dan recht berarti hukum.

Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa istilah hukum pidana itu dipergunakan sejak pendudukan Jepang di Indonesia untuk pengertian strafrecht dari bahasa Belanda, dan untuk membedakannya dari istilah hukum perdata untuk pengertian burgerlijkrecht atau privaatrecht dari bahasa Belanda.

Pengertian hukum pidana, banyak dikemukakan oleh para sarjana hukum, diantaranya adalah Soedartoyang mengartikan bahwa:

Hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.Selanjunya Soedarto menyatakan bahwa sejalan dengan pengertian hukum pidana, maka tidak terlepas dari KUHP yang memuat dua hal pokok, yakni:1) Memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan orang yang diancam pidana, artinya KUHP memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolah-olah negara menyatakan kepada umum dan juga kepada para penegak hukum perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan siapa yang dapat dipidana.2) KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu.Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana, tetapi juga apa yang disebut dengan tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya.


Satochid Kartanegara, mengemukakan:

Bahwa hukuman pidana adalah sejumlah peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh Negara atau kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan pidana, larangan atau keharusan itu disertai ancaman pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak negara untuk melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana.

Selanjutnya Prof. Moelyatno, S.Hmengartikan bahwa hukum pidanaadalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yangtelah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana mengenai pidana itu dapat dilksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Selanjutnya Moeljatno menjelaskan dari pengertian hukum pidana tersebut di atas maka yang disebut dalam ke-1) adalah mengenal “perbuatan pidana” (criminal act). Sedang yang disebut dalam ke-2) adalah mengenai “pertanggungjawaban hukum pidana” (criminal liability atau criminal responsibility). Yang disebut dalam ke-1) danke-2) merupakan “hukum pidana materil” (substantive criminal law), oleh karena mengenai isi hukum pidana sendiri. Yang disebut dalam ke-3) adalah mengenai bagaimana caranya atau prosedurnya untuk menuntut ke muka pengadilan orang-orang yang disangka melakukan perbuatan pidana, oleh karena itu hukum acara pidana (criminal procedure). Lazimnya yang disebut dengan hukum pidana saja adalah hukum pidana materil.

Menurut Profesor Simons, hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objective zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrecht ini subjective zin.

Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.Hukum Pidana dalam arti subjektif tersebut, oleh Professor Simons telah dirumuskan sebagai:

het geheel van varboden en geboden , aan welker overtrading door de Staat of eenige andere openbare rechtsgemeenschap voor den overtreder een bijzonder leed “straf” verbonden is, van de voorschriften, doorwelke de voorwarden voor dit rechtsgevolg worden aangewezen, en van de bepalingen, krachtens welke de straf wordt opgelegd en toegepast”.

Yang artinya:

Keseluruhan dari larangan-larangan dan keharusan-keharusan, yang atas pelanggarannya oleh Negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya telah dikaitkan dengan suatupenderitaan yang bersifat khusus berupa suatu hukuman, dan keseluruhan dari peraturan-peraturan di mana syarat-syarat mengenai akibat hukum itu telah diatur serta keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur masalah penjaTuhan dan pelaksanaan dari hukumannya itu sendiri”.

Hukum pidana dalam arti subjektif itu mempunyai dua pengertian, yaitu:

  • Hak dari negara dan alat-alat kekuasaanya untuk menghukum, yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif;
  • Hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan hukum.

Hukum pidana dalam arti subjektif di dalam pengertian seperti yang disebut terakhir di atas, juga disebut sebagai ius puniendi.