Pengaturan Hak Cipta Menurut Konvensi Internasional

SUDUT HUKUM | Perhatian dunia internasional terhanap masalah Hak Cipta telah melahirkan beberapa konvensi internasioal di bidang Hak Cipta. Sejak pertama kali disepakati pemberian perlindungan terhadap karya sasatra dan karya seni dalam Berne Convention 1886, telah mengilhami lahirnya beberapa konvensi susulan yang merupakan kesepakatan antar negara” dalam mengatur masalah Hak Cipta secara lebih spesifik, termasuk di dalamnya pemberian perhatian terhadap karya cipta yang dihasilkan karena perkembangan teknologi, misalnya karya cipta di bidang Phonograms, Distribution programme carrying signals transmitted by Satelite.

Beberapa kesepakatan bersama antar negara yang mengatur masalah hakcipta antara lain:
  • Bem Convention for the Protection af Uteraray 2nd Artistic Works 1886
  • Universal Copyright Conventian 1955
  • Rome Canventian far tile Pratection af Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations 1961
  • WIPO Copyright Treaty (WC7) 1996
  • WIPO Performances and Phanograms Treaty(WPP7) 1996
  • (Brussels Ccnvention rela!ing to the Oisirioution of Prograrnmecarryingsignals transmitted by Satelite 1974.
  • Convention for tile Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms 1971 h. Treah on the International registration of Audiovisual Works (FilmRegister Treaty) 1991.

Dalam mukadimah naskah asli bem Convention ,para kepala negara waktu itu menyatakan bahwa yang melatar belakangi diadakannya konvensi ini adalah:

…………being equaily animated by the desire to protec, in as effective anduniform a manner as possible, the right of authors in their literary and artistic works.


Berdasarakan dasar pemikiran yang demikian ini ternyata Konvensi Bern semenjak ditanda tangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada konvensi bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia. Dengan perkataan lain Indonesia semenjak tahun1912 telah mempunyai UU Hak Cipta ( Auteuresvlet 1912) berdasarkan UU Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatbled Belanda Nomor 197) yang member wewenang pada Ratu belanda untuk memberlakukan bagi negara Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 november 1908 di Berlin. Namun demikian semenjak 15 maret 1958 indonesia menyatakan berhenti menjadi anggota Konvensi Bern berdasarakan surat NO.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958.

Menteri luar Negeri Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Berne Conventionr menyatakan tidak menjadi anggota the bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi, yaitu; Haiti (1887-1943) Montenegro ( 1893-1900), Liberia ( 1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun.kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia menyatakan ikut serta kembali menjadi anggota Konvensi Bern dengan melakukan ratifikasi dengan Keppres Rl NO.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekwensi keikut sertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan UU NO.7 tahun 1994.