Mampu Bertanggung Jawab

SUDUT HUKUM | Pertanggungjawaban (pidana) menjurus kepada pemidanaan petindak, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang (diharuskan), seseorang akan dipertanggungjawab-pidanakan atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum atau rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab, maka hanya seseorang yang yang “mampu bertanggung-jawab yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Dikatakan seseorang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar), bilamana pada umumnya:
Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya, E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa unsur mampu bertanggung jawab mencakup:
  • Keadaan jiwanya:

  1. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);
  2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya), dan
  3. Tidak terganggu karena terejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe bewenging, melindur/slaapwandel, mengigau karena demam/koorts, nyidamdan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

  • Kemampuan jiwanya:

  1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;
  2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak; dan
  3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Lebih lanjut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi menjelaskan bahwa:

Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa” (geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan “berfikir” (verstanddelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens. untuk terjemahan dari verstanddelijke vermogens sengaja digunakan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”

Pertanggungjawaban pidana disebut sebagai “toerekenbaarheid” dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Petindak di sini adalah orang, bukan makhluk lain. Untuk membunuh, mencuri, menghina dan sebagainya, dapat dilakukan oleh siapa saja. Lain halnya jika tindakan merupakan menerima suap, menarik kapal dari pemilik/pengusahanya dan memakainya untuk keuntungan sendiri.