Hukum Waris dalam KUH Perdata

SUDUT HUKUM | Hukum waris dalam KUH Perdata diatur dalam buku kedua mengenai hak kebendaan. Berdasarkan hal itu, hak kebendaan menganut sistem tertutup, artinya seseorang tidak boleh mengadakan suatu perjanjian atau tindakan hukum di luar apa yang sudah ditentukan dalam KUH Perdata. Dengan kata lain, penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris.

Untuk pengertian hukum ” waris” sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian sehingga istilah untuk hukum waris masih beraneka ragam. Misalnya saja Wirjono Prodjodikoro, mempergunakan istilah hukum “warisan” Hazairin, mempergunakan istilah hukum “kewarisan” dan Soepomo mengemukakan istilah “hukum waris”.

Menurut Soepomo bahwa “hukum waris” itu memuat peraturanperaturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.

A. Pitlo dalam bukunya” Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda” memberikan batasan Hukum waris sebagai berikut:

Hukum waris, adalah kumpulan peraturan, yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”

Suatu hal yang perlu diperhatikan, yaitu walaupun terdapat rumusan dan uraian yang beragam tentang hukum waris, pada umumnya para penulis hukum sependapat bahwa “hukum waris itu merupakan perangkat kaidah yang mengatur tentang cara atau proses peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris atau para ahli warisnya”.


Rujukan

  1. Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia, Bandung: PT Bandar Maju, 1995,
  2. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung: Vorkink van Hoeve,’s Granvenhage,
  3. Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut AlQur’an. Jakarta, Tintamas, t.th,
  4. Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, 1966.