Bentuk Gugatan Perdata

SUDUT HUKUM | Tiap-tiap orang proses perdata, dimulai dengan diajukannya surat gugatan secara tertulis bisa juga dengan lisan yang kemudian ditulis kembali atas pemintaan Ketua Pengadilan Agama kepada paniteranya. Gugatan secara lisan ialah bilamana orang yang hendak menggugat itu tidak pandai menulis yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama dalam daerah hukum orang yang hendak digugat itu bertempat tinggal.

Selanjutnya untuk lebih jelasnya mengenai bentuk gugatan perdata yang dibenarkan undang-undang dalam praktik, dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Bentuk Lisan

Pasal 120 HIR/144 R.Bg menyatakan bilamana penggugat tidak dapat menulis, maka gugatan dapat diajaukan secara lisan kepada ketua Pengadilan. Ketua Pengadilan tersebut membuat catatan atau menyuruh mebuat catatan tentang gugatan itu. Dan dalam R.Bg menyatakan bahwa gugatan secara lisan, tidak boleh dilakukan oleh orang yang dikuasakan.

Tujuan memberikan kelonggaran mengajukan gugatan secara lisan, untuk membuka kesempatan kepada para rakyat pencari keadilan yang buta aksara membela dan mempertahankan hak-haknya. Menghadapi kasus yang seperti ini fungsi pengadilan untuk memberikan bantuan sebagaimana yang digariskan dalam pasal 119 HIR atau pasal 143 ayat 1 R.Bg jo. Pasal 58 ayat 2 UU No. 7 Tahun 1989. Dalam memberi bantuan memformulasikan gugat lisan yang disampaikan, ketua pengadilan tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan yang dikehendaki penggugat.

Untuk menghindari hal di atas, maka hakim atau pegawai pengadilan yang ditunjuk oleh ketua pengadilan dalam merumuskan gugatan lisan dalam bentuk surat gugatan dapat melaksanakan langkahlangkah berikut, yaitu: mencatat segala kejadian dan peristiwa sekitar tuntutan yang diminta oleh penggugat, kemudian merumuskan dalam surat gugatan yang mudah dipahami; gugatan yang telah dirumuskan dalam sebuah surat gugatan itu dibacakan kepada penggugat, apakah segala hal yang menjadi sengketa dan tuntutan telah sesuai dengan kehendak penggugat; apabila sudah sesuai dengan kehendak penggugat, maka surat gugatan itu ditandatangani oleh hakim atau pegawai pengadilan yang merumuskan gugatan tersebut.

  • Bentuk Tertulis

Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis. Hal ini ditegaskan dalam pasal 118 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa:

Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.”

Mengenai gugatan tertulis selain dijelaskan dalam HIR, juga dijelaskan dalam R.Bg pasal 142 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau oleh seseorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tegugat, atau jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.”

Menurut kedua pasal di atas, gugatan perdata harus dimasukkan kepada Pengadilan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya.