Surat Berharga

SUDUT HUKUM | Istilah surat yang mempunyai harga atau nilai merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Papier Van Waarde”. Terhadap surat yang mempunyai harga, Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut (Abdulkadir Muhammad, 2013:l 5):
Surat ini diterbitkan bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya. Surat ini juga tidak dapat diperjualbelikan karena tujuan penerbitannya bukan untuk diperjualbelikan, bukan untuk pembayaran.
Kemudian setelah membahas mengenai surat yang berharga sekarang sampailah pada pembahasan mengenai surat berharga. Istilah surat berharga yang telah umum dipakai ini merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Waarde Papier”. Terhadap surat berharga ini Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut: (Abdulkadir Muhammad, 2013:4)

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alai bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga atau pemyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

Purwosutjipto memberikan pendapatnya bahwa, “surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan”. Kemudian dilanjutkan dengan, “surat berharga itu surat bukti tuntutan uang, pembawa hak dan mudah dijualbelikan.” Dari dua pendapat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan dengan surat yang mempunyai harga adalah surat yang diterbitkan bukan sebagai alat pembayaran melainkan sekedar alat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya dan surat tersebut tidak untuk diperjualbelikan (Abdulkadir Muhammad, 2013:5).

Berdasar pada batasan tentang surat berharga yang diberikan oleh pendapat Sarjana tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan surat berharga adalah surat yang mempunyai sifat seperti uang tunai sehingga dapat digunakan sebagai alat pembayaran, dapat dipindahtangankan, diperjualbelikan dan surat tersebut merupakan alat bukti untuk menagih pembayaran sejumlah uang bagi pemegangnya. Dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, berarti surat tersebut dapat dipindahtangankan oleh pemegangnya setiap saat apabila dikehendaki.

Sifat dapat dipindahtangankan dari surat berharga dapat diketahui dari klausul yang dibubuhkan dalam surat itu sehingga dapat dipindahtangankan, sedangkan surat berharga sebagai pembawa hak berarti untuk memperoleh pembayaran pemegang yang bersangkutan harus menyerahkan dan menunjukkan suratnya. Apabila surat tersebut hilang atau musnah maka pemegang akan mengalami kesulitan untuk memperoleh pembayaran bahkan sangat tidak mungkin untuk memperoleh pembayaran. Dengan mempunyai sifat seperti uang tunai itulah yang dapat membedakan surat berharga dengan surat lainnya. Sifat seperti uang tunai ini terletak pada nilai yang terkandung di dalamnya. Jadi surat itu mempunyai nilai uang artinya antara nilai yang tercantum dalam surat itu senilai atau sama dengan nilai penerbitan dasarnya. Oleh karena itu surat berharga tidak hanya dapat ditukarkan dengan uang tunai melainkan dapat juga digunakan sebagai alat pembayaran.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa surat berharga mempunyai tiga ciri utama sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut:
  • Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang).
  • Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana).
  • Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).

Tujuan penerbitan surat berharga ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang (Abdulkadir Muhammad, 2013:4). Jadi apabila suatu surat telah memenuhi tiga ciri tersebut, maka surat itu dapat digolongkan sebagai surat berharga. Dan dalam kenyataannya memanglah demikian bahwa untuk dapat dikatakan sebagai surat berharga haruslah dipenuhi ciri-ciri tersebut di atas. Karena hal ini sesuai dengan ciriciri surat berharga yang ditetapkan dalam pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Surat berharga sebagai uang giral telah mendapat pengaturannya secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I titel 6 dan 7 yang di dalamnya meliputi:
  1. Wesel diatur dalam Buku I titel keenam dari bagian pertama sampai dengan bagian kedua belas.
  2. Surat sanggup diatur di dalam Buku I titel keenam bagian ketiga belas.
  3. Cek diatur di dalam Buku I titel ketujuh dalam bagian pertama sampai dengan bagian kesepuluh.
  4. Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk diatur di dalam Buku I titel ketujuh dalam bagian kesebelas.

Selain surat berharga sebagaimana tersebut di atas, masih ada jenis alat pembayaran yang dapat dikategorikan sebagai surat berharga yang pengaturannya di luar KUHD yaitu Bilyet Giro. Sebagai alat pembayaran Giral Bilyet Giro diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/Pb.B.BI.24 Januari 1972 yang sudah disempumakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor : 28/32/Kep/Dir dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 2 8/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995.

Kehidupan sehari-hari sering menemukan adanya suatu transaksi dalam kegiatan perdagangan, baik transaksi dalam jumlah yang besar maupun kecil dan transaksi-transaksi perdagangan tersebut selalu melibatkan adanya pembayaran sejumlah uang. Dengan mengadakan transaksi akhimya menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik di antara para pihak yang terlibat di dalamnya. Misalnya pihak yang satu berhak atas suatu prestasi yang berupa penyerahan barang sedangkan pihak lainnya berhak atas pembayaran. Pihak yang satu berkewajiban untuk menyerahkan barang dan pihak lainnya berkewajiban untuk melakukan pembayaran.

Perkembangan dalam perdagangan, timbul bermacam-macam cara orang dalam merealisasikan pembayaran transaksinya. Transaksi ini bermacam-macam cara orang dalam merealisasikan pembayaran transaksinya. Transaksi ini bermacam-macam dan dapat terjadi dari berbagai kemungkinan, tergantung pada perjanjian yang terjadi di antara para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Dan pada waktu perjanjian terjadi para pihak bersepakat bahwa dalam merealisasikan pembayaran transaksinya pihak yang berkewajiban melakukan pembayaran dapat membayar dengan tidak menggunakan uang tunai melainkan dengan alai pembayaran lain yang berupa Surat Berharga.

Adanya surat berharga, pemegang dapat menuntut prestasinya yang berupa pembayaran sejumlah uang kepada pihak ketiga yang namanya disebut di dalam surat berharga sesuai dengan isi perjanjiannya. Pihak ketiga disini adalah pihak yang sebelumnya tidak mempunyai hubungan hukum dengan penerbit surat berharga. Karena dalam suasana perdagangan tidak menutup kemungkinan seseorang melakukan perjanjian dengan beberapa orang, sehingga secara singkat perbuatan penerbitan Surat Berharga adalah pembayaran cara lain dari biasanya sebagai pemenuhan isi perjanjian, yaitu perjanjian yang terjadi sebelumnya di antara para pihak, perjanjian mana menimbulkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang. Perjanjian di antara para pihak inilah yang menjadi dasar penerbitan surat berharga. Dengan kata lain perjanjian adalah perikatan yang menjadi dasar terbitnya Surat Berharga yang disebut perikatan dasar (Onderliggende Verhounding) (Abdulkadir Muhammad, 2013:9).

Hal ini berarti bahwa nilai dari perikatan dasar tersebut dijelmakan dalam nilai surat berharga yang ditandatangani dan kemudian diterbitkannya akta atau surat yang senilai dengan perikatan dasarnya itulah yang menjadi alat bukti atau syarat mutlak bagi pemegangnya untuk mewujudkan hak tagihnya yang berupa pembayaran kepada orang yang namanya tercantum di dalam surat tersebut. Jadi yang menjadi isi perikatan dasar penerbitan Surat Berharga adalah berupa perintah/sanggup atas pembayaran sejumlah uang.

Menurut bentuknya surat berharga tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu (Abdulkadir Muhammad, 2013:9):
  • Surat sanggup membayar atau janji membayar,
  • Surat perintah membayar, dan
  • Surat pembebasan utang.