Tunjangan Hari Raya (THR) dan Cara Menghitungnya

Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.[1] THR ini wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.[2]

Tunjangan-Hari-Raya


Karyawan yang Berhak Mendapatkan THR

Karyawan yang telah mempunyai masa kerja satu bulan, berdasarkan ketentuan Permenaker 6/2016, berhak mendapatkan THR dengan perhitungan proporsional.[3]

Cara menghitung besaran THR yaitu:[4]

  • Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
  • Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
masa kerja x 1 (satu) bulan upah: 12

Ini artinya, Anda yang telah memiliki masa kerja selama 1,3 tahun berhak mendapat THR penuh sebesar satu bulan gaji.

Upah 1 (satu) bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen upah:[5]

  • upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
  • upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Contoh Perhitungan THR

Sebagai contoh, gaji Anda per bulan adalah Rp. 5.000.000, maka besar THR yang Anda terima dengan masa kerja 1,3 tahun adalah sebesar satu bulan upah, yakni Rp. 5.000.000

Sementara, jika masa kerja Anda misalnya 5 bulan, maka perhitungan THR nya:
(5 x Rp.5.000.000) ÷ 12 = Rp. 2.083.333,333

Sanksi Bagi Pengusaha yang Terlambat atau Tidak Membayar THR

Pengusaha yang terlambat membayar THR kepada pekerja/buruh dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar (tujuh hari sebelum hari raya keagamaan). Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja/buruh.[6]

Pengusaha yang tidak membayar THR kepada Pekerja/Buruh juga dikenai sanksi administratif,[7] berupa:[8]

  1. teguran tertulis;
  2. pembatasan kegiatan usaha;
  3. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
  4. pembekuan kegiatan usaha.

Langkah yang Dapat Dilakukan

Kami kurang memahami apa yang Anda maksud dengan THR yang didapat tidak sesuai dengan perhitungan Anda. Kami beranggapan bahwa hak Anda tidak terpenuhi karena adanya perbedaan penafsiran terkait perhitungan THR. Ini berarti telah terjadi perseliisihan hak antara Anda dengan pengusaha.

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[9]

THR merupakan hak Anda sebagai pekerja. Jadi, apabila terjadi perselisihan mengenai hal ni dan penyelesaian secara kekeluargaan antara Anda dan pengusaha tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.[10] Penjelasan lebih lanjut mengenai mediasi hubungan industrial dapat Anda simak dalam artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1). Jika mediasi masih gagal, Anda bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.[11]

Dasar hukum:

  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;
  • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Rujukan

  1. Pasal 1 angka 1 Permenaker 6/2016
  2. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”) dan Pasal 5 ayat (4) Permenaker 6/2016
  3. Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
  4. Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6/2016
  5. Pasal 3 ayat (2) Permenaker 6/2016
  6. Pasal 56 PP Pengupahan dan Pasal 10 Permenaker 6/2016
  7. Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016
  8. Pasal 59 ayat (2) jo. Pasal 59 ayat (1) huruf a PP Pengupahan
  9. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)
  10. Pasal 1 angka 11 UU PPHI
  11. Pasal 5 UU PPHI