Hak Anak atas Identitas Diri berupa Akta Kelahiran

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberi batasan pengertian identitas diri anak dalam Pasal 27. Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya yang dituangkan dalam akta kelahiran. Indentitas diri anak dapat diketahui dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Yang dimaksud akta pencatatan sipil dalam Pasal 66 terdiri atas:

Hak Anak atas Identitas Diri berupa Akta Kelahiran

  • Register Akta Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil. Dalam Pasal 67 ayat (4) Register Akta Pencatatan Sipil memuat:

  1. jenis peritiwa penting ( dalam hal ini adalah peristiwa kelahiran memuat hari dan tanggal pencatatan, tanggal kelahiran, nama anak, jam kelahiran, jenis kelamin anak, urutan anak, nama ayah, umur ayah, pekerjaan ayah, alamat ayah, nama ibu, umur ibu pekerjaan alamat ibu;
  2. NIK dan status kewarganegaraan (NIK adalah Nomor Identitas Kependudukan yaitu nomor identitas penduduk yang bersifat unik dan khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia);
  3. nama orang yang mengalami peristiwa penting (dalam hal ini adalah nama anak);
  4. nama dan identitas pelapor;
  5. tempat dan tanggal peristiwa;
  6. nama dan identitas saksi;
  7. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta dan;
  8. nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang, yang dimaksud pejabat yang berwenang dalam penjelasannya dimaksudkan adalah Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana yang telah diambil sumpahnya untuk melakukan tugas pencatatan.

  • Kutipan Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 terdiri atas akta kelahiran yang memuat:

  1. jenis peristiwa penting (beserta nomor aktanya);
  2. NIK dan status kewarganegaraan;
  3. nama orang yang mengalami peristiwa penting (nama anak, jenis kelamin, urutan anak dan nama orangtuanya);
  4. tempat dan tanggal peristiwa;
  5. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta;
  6. nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang dan;
  7. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam register akta pencatatan sipil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan tentang hak anak atas identitas diri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) yang menyebutkan bahwa identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya, ayat (2) menyebutkan bahwa identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran. Pada Ayat (3) ditentukan bahwa pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. Ayat (4) dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.

Pasal 28 ayat (1) ditentukan bahwa pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa. Pada Ayat (2) pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan. Ayat (3) berisi ketentuan pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya. Ayat (4) berisi ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Akta autentik ialah akta yang dibuat oleh atau dibuat di hadapan pejabat yang diberi wewenang oleh penguasa untuk membuatnya, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang baik dengan ataupun tanpa bantuan yang berkepentingan untuk dicatat di dalamnya (Kamus Hukum, 2009: 30) (vide Pasal 1868 KUHPerdata, Pasal 165 Herziene Indonesisch Reglemen (“HIR”), dan Pasal 285 Rechtsreglement Buitengewesten (“RBg”)). Akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja (vide Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 RBg). Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses verbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya.

Akta mempunyai fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat bukti (probationis causa) Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Sebagai contoh perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil adalah perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 1767 KUHPerdata mengenai perjanjian hutang piutang. Perbuatan hukum yang disebutkan dalam Pasal 1767 KUHPerdata minimal disyaratkan adanya akta bawah tangan. Fungsi akta lainnya yang juga merupakan fungsi akta yang paling penting adalah akta sebagai alat pembuktian. Dibuatnya akta oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian ditujukan untuk pembuktian di kemudian hari.

Akta kelahiran merupakan akta otentik yaitu merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut (vide Pasal 165 HIR, Pasal 285 RBg, dan Pasal 1870 KUHPerdata). Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Sebaliknya berdasarkan Pasal 1857 KUHPerdata bahwa akta di bawah tangan dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai.

Implementasi dari hak atas identitas diri diwujudkan dalam bentuk pemberian akte kelahiran dan pencatatan yang harus dilakukan untuk diregistrasi oleh negara dalam catatan sipil kependudukan seorang anak sebagai salah satu warga negaranya. Pencatatan kelahiran sendiri memiliki empat azas, yakni (1) universal, (2) permanen, (3) wajib, dan (4) kontinyu. Azas universal berarti pencatatan kelahiran harus diselenggarakan atau menjangkau seluruh wilayah kedaulatan negara dan semua penduduk bagi semua peristiwa penting. Azas permanen berarti pelaksanaan pencatatan kelahiran harus diselenggarakan dengan sebuah sistem yang permanen.

Institusi yang menyelenggarakan harus bersifat permanen untuk menjamin kontinyuitas pelayanan. Azas wajib berarti pemerintah wajib menyelenggarakan pencatatan kelahiran, dan penduduk atas perintah hukum wajib melaporkan setiap peristiwa kelahiran pada jangka waktu tertentu. Atas keterlambatan pelaporan tersebut dikenakan sanksi. Azas kontinyu atau berkelanjutan berarti pencatatan kelahiran harus dilakukan tanpa jeda waktu sejak sistem diberlakukan. Dari operasional sistem yang berkelanjutan ini akan dihasilkan data peristiwa penting yang lengkap, akurat dan mutakhir.

Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia menerbitkan buku Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak (2008:8-9). Menurut pedoman tersebut kepemilikan akte kelahiran memiliki arti penting bagi pemerintah/negara, bagi anak dan bagi masyarakat sebagai berikut:

Bagi negara atau pemerintah, arti penting dari hak atas identitas diri anak yang terdapat dalam akte kelahiran adalah sebagai berikut :
  1. Menjadi bukti bahwa negara mengakui atas identitas seseorang yang menjadi warganya.
  2. Sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk menyusun anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan perlindungan anak.

Fungsi akta kelahiran dapat memberikan legalitas tentang anak tersebut. baik formal maupun material ini sangat penting untuk mencegah terjadinya pemalsuan identitas, kekerasan terhadap anak, perkawinan di bawah umur, pekerja anak. Fungsi lainnya untuk kepastian umur untuk sekolah, paspor, KTP, dan hak politik pada Pemilu. Fungsi akta kelahiran untuk negara yaitu mengetahui data anak secara akurat di seluruh Indonesia untuk kepentingan perencanaan dan guna menyusun data statistik negara yang dapat menggambarkan demografi, ecenderungan dan karakteristik penduduk serta arah perubahan sosial yang terjadi.

Bagi anak akta kelahiran memiliki fungsi :
  1. merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak;
  2. menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya;
  3. mencegah pemalsuan umur, perkawinan di bawah umur, tindak kekerasan terhadap anak, perdagangan anak, adopsi ilegal dan eksploitasi seksual;
  4. anak secara yuridis berhak untuk mendapatkan perlindungan, kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara.

Bagi masyarakat, arti penting hak anak yang terdapat dalam kepemilikan akte kelahiran adalah sebagai berikut:
  1. alat pembuktian status perdata seseorang dan menunjukkan hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya;
  2. mempermudah dalam mengurus hal-hal yang sifatnya administratif, seperti syarat pendaftaran sekolah, mencari pekerjaan setelah dewasa, menikah dan lain-lain;
  3. terwujudnya tertib sosial yang menyangkut kejelasan identitas setiap warga masyarakat.