Sumber Hukum

SUDUT HUKUM | Kata sumber hukum menurut Zevenbergen sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:

  • Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya;
  • Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku: Hukum Prancis, Hukum Romawi;
  • Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat);
  • Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-undang, lontar, batu tertulis, dan sebagainya; dan
  • Sebagai sumber terjadinya hukum: sumber yang menimbulkan hukum.

Para ahli hukum pada umumnya membagi sumber hukum dalam dua jenis, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana hukum itu diambil. Untuk dapat melihat sumber hukum materiil dari sebuah aturan harus terlebih dahulu dilihat isi dari aturan tersebut, kemudian melacak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan-pembentukan hukum sehingga menghasilkan karakter isi hukum yang sedemikian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan hukum tersebut dapat berupa pandangan hidup, hubungan sosial dan politik, situasi ekonomi, corak peradaban (agama dan budaya) dan letak geografis, serta konfigurasi internasional, sehingga dapat ditentukan sumber-sumber hukum materiil yang ikut mempengaruhi pembentukan isi hukum. Menurut Zevenbergen sumber hukum materiil meliputi pengertian-pengertian tentang asas hukum, hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang berlaku saat ini, dan sebagai sumber terjadinya hukum.

Sumber hukum formil adalah tempat atau sumber dari mana suatu aturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan itu menjadi secara formal berlaku. Dalam pengantar ilmu hukum telah dipelajari bahwa norma atau kaidah terdiri dari berbagai macam dengan cirinya masing-masing.

Norma hukum memiliki ciri mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dapat dipaksakan dan memiliki sanksi eksternal. Suatu norma untuk dapat menjadi norma hukum harus melalui cara tertentu dan memiliki bentuk tertentu. Dari bentuk inilah dapat diketahui bahwa suatu aturan adalah hukum dan bukan norma susila, agama, atau norma yang lain. Karena bentuk itulah aturan tersebut menjadi berlaku dan mengikat semua pihak.

Dalam hal ini berdasarkan pengertian sumber hukum diatas di sempitkan pada sumber Hukum Tata Negara. Dalam sumber Hukum Tata Negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu, sumber hukum yang bersifat formal dan sumber hukum yang bersifat material. Suber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenali dari bentuk formalnya. Dengan mengutamakan bentuk formalnya sumber norma hukum itu haruslah mempunyai bentuk hukum tertentu yang bersifat mengikat secara hukum.

Sedangkan sumber hukum materiil dari Hukum Tata Negara Indonesia adalah isi dari suatu ketentuan yang berlaku umum dan bagi bangsa Indonesia tidak lain adalah Pancasila yang berkedudukan sebagai staatsfundamentalnorm. Dalam kedudukan yang demikian ini pancasila dapat dikategorikan sebagai isi dari ketentuan yang berlaku umum, karena pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan melekat didalam masyarakat dan bangsa Indonesia.

Sebagaimana sumber hukum pada umumnya yang dibagi kedalam sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formil. Sumber hukum yang termasuk kedalam sumber hukum dalam arti materiil ini diantaranya: dasar dan pandangan hidup bernegara serta kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah-kaidah hukum tata negara.

Dalam konteks Indonesia, dasar dan pandangan hidup bernegara tertuang dalam Pancasila, karenanya Pancasila menjadi sumber hukum negara. Bahkan dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber hukum dari segala sumber hukum negara, sebagai ground norm. Hal ini sejalan dengan pendapat Hans Kelsen bahwa norma dasar adalah “sumber”hukum.

Adapun sumber hukum dalam arti formal terdiri dari:
  1. Peraturan Perundang-undangan;
  2. Putusan Hakim;
  3. Kebiasaan; dan
  4. Perjanjian Internasional.

Konstitusi ditempatkan sebagai sumber hukum tertinggi karena dipandang merupakan hasil perjanjian seluruh rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Maka, landasan keberlakuan konstitusi sebagai hukum tertinggi adalah kedaulatan rakyat itu sendiri. Baik berdasarkan doktrin maupun hukum positif, UUD adalah peraturan perundang-undangan. Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2004, UU Nomor 12 Tahun 2011, dan UU Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahan-perubahannya, perturan perundang-undangan secara berjenjang (hierarkis) adalah:
  • UUD;
  • Undang-Undang dan Perpu;
  • Peraturan Pemerintah;
  • Peraturan Presiden.
  • Peraturan Menteri;
  • Peraturan Daerah Provinsi;
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;
  • Peraturan Kepala Daerah Provinsi;
  • Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
  • Peraturan Desa.

Berdasarkan urutan peraturan perundang-undangan, UUD adalah sumber hukum negara tertinggi, yang bermakna:
  1. Semua pembuatan peraturan perundang-undangan harus bersumber dari asas, kaidah, cita dasar, dan tujuan UUD;
  2. Penerapan UUD didahulukan dari peraturan perundang-undangan lain; dan
  3. Semua peraturan perundang-undangan lain tidak boleh bertentangan dengan UUD.