Pengertian Ta’zir

SUDUT HUKUM | Secara etimologi kata ta’zîr (تعزير ) berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘azara (عزر) dan mashdarnya ‘azuran (عزرا) yang artinya mencela dan menegur. Dalam kamus istilah fiqh, ta’zîr (تعزير ) adalah bentuk mashdar (asal) dari kata kerja ‘azzara (عزر), artinya menolak. Dalam ensiklopedi hukum Islam, ta’zîr (تعزير )diartikan sebagai mencela, menegur, pencegahan, larangan, menghukum dan memukul.

Ta’zîr juga diartikan sebagai penghinaan, Sebagaimana dapat dipahami dari kalimat ‘azzâ fulânun fulânâ ( عزا فلان فلانا ). Bilamana fulan yang pertama penghinaan terhadap fulan kedua dengan motivasi memberi peringatan dan pelajaran kepadanya atas dosa yang telah dilakukan olehnya. Oleh ‘Abd al-‘Azîz al-‘Amîr menyatakan ta’zîr menurut bahasa adalah menolak dan mencegah. Namun ‘Atiyyah juga menyatakan arti ta’zîr dengan mencela dan mendidik.

Al-Qur’ân dan al-Ĥadīth tidak menyebutkan secara eksplisit yang menjadi dasar terhadap ketentuan ta’zîr (تعزير ), namun yang dikehendaki oleh surat al-Fatħ ayat 9 –menurut al-Syarbaynī al-Khâtib tampaknya kurang relevan dengan istilah ta’zîr yang dimaksudkan –meskipun terdapat kalimat tu’azzirûhu (bermakna supaya kamu tolak dan mencegah musuhnya), tetapi ia lebih sesuai dengan pengertian secara bahasa saja dan tidak secara istilah dalam fiqih.

Sedangkan pengertian ta’zîr (تعزير) menurut terminologi adalah pengdegahan dan pengajaran terhadap tindak pidana yang tidak mempunyai hukum ħad, kifarat dan qišaš/diat. Artinya ta’zîr di sini mengandung unsur-unsur pengajaran, baik yang diputuskan oleh hakim ataupun yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, suami terhadap isterinya dan sebagainya, demi kepentingan si pelaku maupun masyarakat umum.

Ta’zîr juga mempunyai pengertian, yaitu tindakan edukatif terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi had dan kifaratnya. Fatħ al-Durainī, guru besar fiqih di Universitas Damascus, Suriah –mengemukakan bahwa ta’zîr adalah hukuman yang diserahkan kepada penguasa untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuai dengan kemaslahatan yang menghendaki dan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum, yang ditetapkan pada seluruh bentuk maksiat, berupa meninggalkan perbuatan yang wajib atau mengerjakan perbuatan yang dilarang, yang semuanya itu tidak termasuk dalam kategori ħudûd dan kafarah, baik yang berhubungan dengan hak Allah Swt berupa gangguan terhadap masyarakat umum, keamanan mereka, serta perundang-undangan yang berlaku, maupun yang terkait dengan hak pribadi.

Sementara itu, ‘Abd al-‘Azîz ‘Amîr –ahli hukum pidana Islam, menyatakan bahwa ruang lingkup tindak pidana ta’zîr itu amat luas, baik yang berkaitan dengan hak Allah Swt maupun hak pribadi, sehingga tidak ada satu nash (ayat dan/atau al-hadith) pun yang menunjukkan jumlah dan batasan jarimah ta’zîr tersebut. Oleh sebab itu, ruang lingkup jarimah ta’zîr didefinisikan dengan segala bentuk maksiat di luar jarimah ħudûd (tindak pidana hudud) dan jarimah al-qatl wa al-jarħ (tindak pidana pembunuhan dan perlukaan).

Dengan demikian, pengertian ta’zîr yang dimaksudkan dalam pengertian ini adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh penguasa atas pelaku tindak pidana atau pelaku maksiat yang hukumannya belum ada. Dalam hal ini, di pengadilan hakim diberikan wewenang untuk menjatuhkan hukuman –dari sering-ringannya hingga yang seberat-beratnya sesuai dengan pelanggaran atau kesalahan si terhukum, dan bersifat mendidik –demi masyarakat umum.