Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

SUDUT HUKUM | Hak Tanggungan menurut St. Remy Syahdeni menyatakan bahwa UUHT memberikan definisi yaitu Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan. Sedangkan menurut E. Liliawati Muljono, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur yang lain.

Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan


Secara yuridis ketentuan dalam pasal 1 ayat 1 UUHT memberikan pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut:

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Dengan berlakunya UUHT maka amanah dari Pasal 51 UUPA yaitu “Hak Tanggugan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang” telah terpenuhi, sehingga tidak diperlukan lagi penggunaan ketentuan-ketentuan tentang hipotik dan creditverband. Dengan demikian hak tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah. Sejak UUHT dinyatakan berlaku, maka lembaga jaminan hipotik dan credietverband sepanjang menyangkut tanah, berakhir masa tugas serta peranannya.

Hak Tanggungan jelas merupakan salah satu jenis jaminan kebendaan, yang meskipun tidak dinyatakan dengan tegas adalah jaminan yang lahir dari suatu perjanjian. Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian pokok. Salah satu perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Kredit yang menimbulkan utang yang dijamin.

Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh piutang yang dijamin pelunasannya. Selain itu menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT bahwa “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulakan utang tersebut” dan Pasal 18 ayat (1) huruf a UUHT menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.

Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri:
  • Memberikan kedudukan diutamakan diutamakan (droit de preference) atau mendahulu kepada pemegangnya.
  • Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada (droit de suite).
  • Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
  • Mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.

Sebelum berlakunya UUHT, peraturan yang mengatur tentang pembebanan Hak atas tanah adalah Bab XXI Buku II KUH Perdata, yang berkaitan dengan hyphoteek dan creditverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190. Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan perkreditan di Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam UUHT adalah:
  1. Ketentuan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 3 UUHT);
  2. Objek Hak Tanggungan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT);
  3. Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT);
  4. Tata Cara Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 19 UUHT);
  5. Eksekusi Hak Tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 UUHT);
  6. Pencoretan Hak Tanggungan (Pasal 22 UUHT);
  7. Sanksi Administrasi (Pasal 23 UUHT);
  8. Ketentuan Peralihan (Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 UUHT);
  9. Ketentuan Penutup (Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 UUHT).