Pelayanan Publik

SUDUT HUKUM | Definisi pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 tahun 2004 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan.


Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 58 tahun 2002 menggelompokan tiga jenis pelayanan tersebut didasarkan oleh ciri-ciri dan sifat kegiatan pelayanan yaitu ada tiga jenis :
  • Pelayanan administratif, jenis dari pelayanan ini adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian ataupun pengambilan keputusan, dokumentasi, dan kegiatan tata usaha lainnya secara keseluruhan yang menyangkut kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kehidupan berjalan.
  • Pelayanan barang, pelayanan ini adalah jenis pelayanan yang dilaksanakan oleh unit untuk menyediakan serta mengolah bahan berwujud fisik termasuk distribusi dalam suatu sistem.
  • Pelayanan jasa, jenis pelayanan ini adalah suatu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya, pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem pengoperasiannya tertentu dan pasti. Jenis pelayanan ini untuk mendatangkan kelengkapan bahan untuk melengkapi pelayanan lainnya seperti melengkapi peralatan untukmelaksanakan pelayanan.

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.

Kinerja Pelayanan Publik dalam konteks pelayanan publik, bahwa pelayanan umum adalah mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik. Senada dengan itu, menurut A.S. Moenir (1992:120), mengemukakan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya.

Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat dimana dalam pelaksanaannya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik yang terbagi dalam beberapa bentuk dasar yaitu pelayanan yang sama bagi semua, dan pelayanan yang sama secara proporsional bagi semua.

Menurut Poerwadarminta, dilihat dari sisi etimologis, pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan/mengurus apa – apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai perihal/cara melayani, servis/jasa, sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Dari uraian tersebut, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktifitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain. Istilah lain yang sejenis dengan pelayanan itu adalah pengabdian dan pengayoman. Dari seorang administrator diharapkan akan tercermin sifat–sifat memberikan pelayanan publik, pengabdian kepada kepentingan umum dan memberikan pengayoman kepada masyarakat lemah dan kecil. Administrator lebih menekankan pada mendahulukan kepentingan masyarakat/umum dan memberikan service kepada masyarakat ketimbang kepentingan sendiri.

Pelayanan publik identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah, yaitu memberikan pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari kualitas birokrasi pemerintah. Pada masa lalu, paradigma pelayanan publik memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider (satu-satunya penyedia layanan). Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapatkan tempat. Masyarakat dan swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini berbeda dengan sekarang ini dimana dunia swasta dan masyarakat telah ikut berperan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur:
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.
(4) Pemohon mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk memperoleh putusan penerimaan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pengadilan wajib memutuskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.
(6) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan Keputusan untuk melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak putusan Pengadilan ditetapkan.

Keputusan Fiktif Positif adalah keputusan yang merupakan anggapan bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan telah menerbitkan keputusan yang bersifat mengabulkan permohonan, dikarenakan tidak ditanggapinya permohonan yang diajukan oleh pemohon sampai dengan batas waktu yang ditentukan atau apabila tidak ditentukan telah lewat sepuluh hari setelah permohonan yang sudah lengkap diterima.

Karena dianggap mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara yang berisi penolakan, jika merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara setempat yang berwenang. Berdasarkan filosofisnya, Undang- Undang 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, pada hal ini mendorong lahirnya sistem penyelenggaraan pemerintahan yang melayani
masyarakat secara efisien, transparan dan akuntabel. Selama ini pejabat publik yang menjadi ujung tombak penyelenggaraan pemerintah masih memiliki paradigma sebagai kelompok elit yang dilayani bukan melayani masyarakat. Sehingga muncullah persoalan-persoalan birokrasi yang berbelitbelit. Permohonan izin yang seharusnya diproses secara cepat ternyata direspon oleh pelayanan yang lambat dan tidak transparan.

Ketentuan dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan tersebut adalah Peradilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili gugatan terhadap Sikap diam Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak menerbitkan keputusan yang dimohon atau yang menjadi kewajibannya, sikap diam adalah dipersamakan sebagai Keputusan Penolakan. Berdasarkan ketentuan pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, apabila dalam batas waktu sebagaimana ditentukan undang-undang, Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.

Konstruksi Fiktif Positif dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan diterangkan dalam ayat 2 dan ayat 3, yaitu:
  • Ayat 2 : Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
  • Ayat 3 : Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum;

Dengan konstruksi tersebut, maka seorang Pejabat Tata Usaha Negara wajib menetapkan keputusan atau melakukan tindakan sesuai dengan hukum perundangundangan dan apabila tidak menetapkan atau membuat keputusan atau tindakan (fiktif) maka permohonan terhadap keharusan membuat Keputusan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum (positif). Sehingga fokus pengujian pasal 53 ini adalah hal-hal yang terkait dengan dikabulkannya permohonan pemohon.Hal ini dapat terlihat dari bunyi ayat selanjutnya yakni ayat 4 dan ayat 5.