Kurator

SUDUT HUKUM | Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa yang dimaksud dengan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.

Dasar Hukum Kurator

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan, dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat:
  • Kurator; dan
  • Seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.

Kemudian, hal-hal berkenaan dengan kurator diatur dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 78 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Persyaratan Kurator

Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Dahulu, sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Akan tetapi, sekarang ini oleh Undang-Undang Kepailitan diperluas sehingga yang dapat bertindak menjadi kurator adalah sebagai berikut:
  1. Balai Harta Peninggalan; atau
  2. Kurator lainnya.

Kurator lainnya, selain Balai Harta Peninggalan yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut BHP adalah mereka yang memenihi persyaratan sebagai berikut:
  • Perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit; dan
  • Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator.

Apabila debitor atau kreditor tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada pengadilan niaga, maka BHP otomatis bertindak sebagai kurator debitor pailit. Akan tetapi, apabila diangkat kurator yang bukan BHP, kurator tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan apapun dengan pihak debitor maupun kreditor.

Harta Pailit Debitor

Pengaturan mengenai harta pailit debitor dan akibat kepailitan terhadap harta pailit dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU terdapat dalam BAB II Bagian Kedua tentang Akibat Kepailitan. Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa:

Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”.

Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kemudian mengatur lebih lanjut bahwa:
“Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak berlaku terhadap:
  1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
  2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas; atau
  3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang”.

Definisi harta pailit telah jelas diuraikan dalam Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut. Apabila debitor adalah suatu perseroan terbatas, maka organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang kurator.

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, semua wewenang debitor untuk menguasai dan mengurus harta pailit, termasuk memperoleh keterangan mengenai pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan debitor dari bank yang bersangkutan beralih kepada kurator.

Tugas dan Kewenangan Kurator

Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Kurator berwenang melaksanakan tugas tersebut sejak tanggal putusan pernyataanpailit diucapkan, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali, tugas kurator terus berjalan. Pengurusan harta pailit yang menjadi tugas dari kurator diatur dalam Pasal 15 ayat (4), Pasal 100, Pasal 86 ayat (3), dan Pasal 114 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Uraian penjelasan mengenai pengurusan harta pailit yang merupakan tugas dari kurator berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut:
  • Mengumumkan Status Kepailitan Debitor Pailit

Pasal 15 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa: “Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah tanggal putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas, kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. nama, alamat, dan pekerjaan debitor;
  2. nama hakim pengawas;
  3. nama, alamat, dan pekerjaan kreditor;
  4. nama, alamat, dan pekerjaan anggota panitia kreditor sementara, apabila telah ditunjuk; dan
  5. tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditor”.

Kemudian, penjelasan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 2 (dua) surat kabar harian adalah surat kabar yang beredar secara nasional dan surat kabar harian lokal yang beredar di tempat domisili debitor.
  • Melakukan Pencocokan Piutang

Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa kurator wajib:
  1. Mencocokkan perhitngan piutang yang diserahkan oleh kreditor dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitor pailit; atau
  2. Berunding dengan kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan yang diterima.

Kemudian, Pasal 117 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri.
  • Melakukan Pencocokan Utang

Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan kepada kreditor untuk membentuk panitia kreditor tetap. Sehingga, berdasarkan pasal tersebut, kurator memiliki tugas untuk melakukan pencocokan utang.

  • Melakukan Pencatatan Harta Pailit

Berdasarkan pada Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2 (dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator. Kurator menginventarisasi atau melakukan pencatatan atas harta pailit yang dimiliki oleh debitor pailit dan memisahkan barang-barang yang cepat rusak atau membusuk agar dapat secepatnya dijual (dengan persetujuan hakim pengawas), sehingga tidak akan terjadi kerugian atas harta pailit.
  • Memanggil Para Kreditor

Pasal 86 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas, kurator wajib memberitahukan penyelenggaraan rapat kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, dan dengan iklan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).

Kurator memanggil para kreditor dan debitor dari debitor pailit untuk melakukan penagihan atau pembayaran terhadap piutang atau utangnya dengan membawa bukti-bukti tagihan, sehingga kurator dapat membuat daftar utang-piutang debitor pailit.

  • Melaksanakan Rapat Verifikasi

Pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa paling lambat 14 (empat belas) hari47 setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, hakim pengawas harus menetapkan:
  1. Batas akhir pengajuan tagihan;
  2. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  3. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang.

Pasal 114 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa kurator paling lambat 5 (lima) hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 wajib memberitahukan penetapan tersebut kepada semua kreditor yang alamatnya diketahui dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).

Pasal 113 ayat (1) dan Pasal 114 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU merupakan ketentuan yang mendasari tugas kurator untuk mengadakan rapat verifikasi atau rapat pencocokan piutang. Kurator dapat mengajukan hari, tanggal dan tempat rapat verifikasi kepada hakim pengawas untuk ditetapkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 113 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Keadaan insolven (keadaan tidak mampu membayar) akan ditetapkan dalam rapat verifikasi, apabila tidak disepakati perdamaian (accoord), maka debitor pailit dapat ditetapkan berada dalam keadaan insolven.

Kurator dapat melakukan hal-hal lain yang dapat memperlancar proses pengurusan harta pailit debitor dengan seizin hakim pengawas. Hal-hal lain yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
  1. Melakukan pemanggilan debitor pailit untuk meminta keterangan mengenai sebab-sebab pailit, ada atau tidaknya perjanjian perkawinan, dan lain sebagainya berkenaan dengan status dari debitor pailit;
  2. Mengirimkan surat kepada kantor-kantor pengiriman surat, agar setiap surat yang ditujukan kepada debitor pailit dikirimkan ke alamat kurator, hal ini dapat dilakukan oleh kurator mengingat dalam Pasal 105 ayat (3) diatur bahwa perusahaan pengiriman surat dan telegram memberikan kepada kurator, surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit;
  3. Membuat daftar kreditor dan debitor sementara;
  4. Membuat daftar tetap utang-piutang debitor pailit (dalam keadaan insolven) yang terdaftar dan diakui debitor pailit yang disahkan oleh hakim pengawas;
  5. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.

Pemberesan harta pailit yang menjadi tugas dari kurator diatur dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 203 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Dalam pemberesan harta pailit, kurator berkewajiban untuk membayar piutang kreditor yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit.

Undang-undang tidak menginginkan debitor pailit melakukan hubungan rahasia dengan pihak-pihak lain yang dapat membahayakan jumlah dan nilai harta pailit. Untuk mencegah terjadinya hal itu, Pasal 105 ayat (1) memberikan kewenangan kepada kurator untuk membuka surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitor pailit. Pasal 105 ayat (2) mewajibkan kepada kurator untuk segera menyerahkan kepada debitor pailit surat dan telegram yang tidak berkaitan dengan harta pailit.

Kurator dalam menjalankan tugasnya tidak harus disetujui ataupun diketahui oleh debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan, persetujuan atau pemberitahuan tersebut dipersyaratkan. Selain itu, untuk meningkatkan nilai harta pailit, kurator dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga.

Berdasarkan persetujuan panitia kreditor, menurut Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Menurut Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, apabila dalam putusan pernyataan pailit tidak diangkat panitia kreditor, maka persetujuan untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh hakim pengawas.

Tanggung Jawab Kurator

Berdasarkan pada Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Kemudian, Pasal 78 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa untuk melakukan perbuatan terhadap pihak ketiga, kurator memerlukan kuasa atau izin dari hakim pengawas tetapi ternyata kuasa atau izin tersebut tidak diperolehnya atau kurator dalam melakukan perbuatan tersebut tidak mengindahkan ketentuan Pasal 83 dan Pasal 84 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, maka perbuatan terhadap pihak ketiga tersebut dapat dikatakan sah, namun sebagai konsekuensinya kurator harus bertanggung jawab sendiri secara pribadi terhadap debitor pailit dan kreditor.

Sebagai konsekuensi ketentuan Pasal 72 dan Pasal 78 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kurator dapat digugat dan wajib membayar ganti kerugian apabila karena kelalaiannya, lebih-lebih lagi karena kesalahannya (dilakukan dengan sengaja) telah menyebabkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit, terutama tentunya adalah para kreditor konkuren, dirugikan.