Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

SUDUT HUKUM | Menurut Subekti, perkataan “Hukum Perdata” dalam arti yang luas meliputi semua hukum “privat materiil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud hukum perdata ialah hukum yang mengatur kepentingan antara warganegara perseorangan yang satu dengan warganegara perseorangan yang lain. Sejalan dengan itu, menurut Achmad Sanusi, bahwa hukum perdata adalah himpunan dari kaidah-kaidah hukum yang pada azasnya mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan dan sebagian dari kepentingan masyarakat. Hukum perdata dibagi dalam hukum perdata materiil dan hukum perdata formil.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan (pribadi).
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Prancis, yang berinduk pada Code Civil Prancis. Pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah Belanda Merdeka dari kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang hukum Perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan Perancis.
Sumber pokok Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (Burgerlijk Wetboek), disingkat KUHS (B.W.). KUHS sebagian besar adalah hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon tahun 1811-1838; akibat pendudukan Perancis di Belanda, berlaku di Negeri Belanda sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang resmi.

Sebagian dari Code Napoleon ini adalah Code Civil, yang dalam penyusunannya mengambil karangan para pengarang bangsa Perancis tentang hukum Romawi (Corpus Juris Civilis), yang pada zaman dahulu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Juga unsur-unsur hukum kanoniek (hukum agama Katholik) dan hukum kebiasaan setempat mempengaruhinya.

Peraturan-peraturan yang belum ada pada zaman Romawi, tidak dimasukkan dalam Code Civil, tetapi dalam kitab tersendiri ialah Code de Commerce. Setelah pendudukan Perancis berakhir, oleh pemerintah Belanda dibentuk suatu panitia yang diketuai oleh Mr J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagian besar “Code Napoleon” dan sebagian kecil hukum
Belanda Kuno.

Meskipun penyusunan tersebut sudah selesai sebelumnya (5 Juli 1830) tetapi Hukum Perdata Belanda baru diresmikan pada 1 Oktober 1838. Pada tahun itu dikeluarkan:
  • Burgerlijk Wetboek (KUH Sipil).
  • Wetboek van Koophandel (KUH Dagang).

Berdasarkan asas konkordinasi, kodifikasi hukum perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasihukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30-4-1847 Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada 1 Mei 1848 di Indonesia.

Hukum perdata diatur dalam (bersumber pokok pada) Kitab Undang-Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.). KUHS itu terdiri atas 4 Buku, yaitu:
  1. Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan;
  2. Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum Benda dan Hukum Waris;
  3. Buku III, yang berjudul Perihal Perikatan (Van Verbintennissen), yang memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu,
  4. Buku IV, yang berjudul Perihal Pembuktian dan Kadaluwarsa atau Liwat Waktu (Van Bewijs en Verjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat liwat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam KUHS) dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu:
  • Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:

  1. peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum;
  2. peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.

  • Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:

  1. perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami/istri;
  2. hubungan antara orang tua dan anak-anaknya (kekuasaan orang tuaouderlijkemacht);
  3. perwalian (voogdij);
  4. pengampunan (curatele).

  • Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum Harta Kekayaan meliputi: (a). hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang; (b). hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
  • Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).

Pembagian KUH Perdata di atas menunjukkan bahwa pembagian yang pertama menyangkut kepada subyek hukum yang ada dalam kandungan sampai lahir, sedangkan pembagian yang kedua berhubungan dengan perkembangan masyarakat yang terus berubah.