Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan (Litigasi)

SUDUT HUKUM | Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.

Dalam hal penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan dapat juga disebut sebagai hukum acara perdata atau hukum perdata formal (formal civil law) karena mengatur tentang proses penyelesaian perkara melalui pengadilan yang secara formal diakui sah menurut undang-undang. Hukum acara perdata mempertahankan berlakunya hukum perdata agar hak dan kewajiban pihak-pihak diperoleh dan dipenuhi sebagaimana mestinya.

Proses Penyelesaian Sengketa Perdata melalui Pengadilan (Litigasi)


Perkara perdata dapat terjadi karena pelanggaran terhadap hak seseorang, seperti diatur dalam hukum perdata. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain atau karena wanprestasi. Perkara perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya apabila terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya diselesaikan melalui pengadilan.

Tahapan penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan (Litigasi) secara kronologis meliputi dua tahapan yaitu:

  • Tahap Administratif

Tahap administratif adalah hal-hal yang berhubungan dengan gugatannya dan yang harus dilakukan pengadilan negeri sehubungan dengan gugatan penggugat. Tahap administratif terdiri dari :

  1. Penggugat mendaftarkan gugatan melalui kepala panitera pengganti Pengadilan Negeri yang berwenang dengan membayar uang muka perkara;
  2. kepala panitera menerima pendaftaran gugatan dan mencatatkannya dalam buku register perkara perdata;
  3. ketua pengadilan negeri setelah membaca berkas gugatan menetapkan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara;
  4. hakim ketua majelis menetapkan hari sidang pertama dan memerintahkan panitera perkara membuat dan mengirimkan surat panggilan;
  5. panitera atau jurusita mengirimkan surat panggilan sidang pertama kepada para pihak.
  • Tahap Yudisial


Tahap Yudisial yaitu meliputi pemeriksaan dan tindakan hukum sejak hari pertama sidang sampai dengan putusan hakim. Tahap yudisial terdiri dari:

  1. Pemeriksaan perkara
  2. proses mediasi antara para pihak untuk mengusahakan perdamaian;
  3. pembacaan gugatan;
  4. penyampaian jawaban/eksepsi oleh tergugat;
  5. penyampaian replik oleh penggugat;
  6. penyampaian duplik oleh tergugat;
  7. pembuktian oleh penggugat dan tergugat;
  8. penyampaian kesimpulan penggugat dan tergugat; dan
  9. pembacaan putusan oleh Majelis Hakim.


Upaya Hukum melaui Pengadilan (Litigasi)


Setelah pembacaan putusan oleh majelis hakim biasanya pihak lawan yang dinyatakan kalah dan tidak puas dengan putusan pengadilan mengajukan upaya hukum. Upaya hukum adalah suatu upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada semua pihak yang sedang berperkara di pengadilan untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan hakim jika salah satu pihak merasa bahwa keputusan pengadilan tidak mencerminkan keadilan, maka pihak yang dikalahkan dalam persidangan dapat mengajukan perlawanan terhadap pengadilan dalam waktu tenggang 14 (empat belas) hari terhitung sejak dikelurkannya keputusan. Upaya hukum yang dapat ditempuh antara lain upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.

Banding adalah pemeriksaan ulang yang dilakukan oleh pengadilan tinggi terhadap putusan perkara perdata yang sudah diputus oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak yang berkepentingan. Pemeriksaan ulang itu dilakukan sejak awal perkara sampai putusan akhir pengadilan negeri. Dasar hukum kewenangan pengadilan tinggi melakukan pemeriksaan tingkat banding adalah berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan kecuali undang-undang menentukan lain. Jika pihak yang melakukan permohonan banding masih belum merasa adil dengan keputusan banding yang telah diberikan oleh pengadilan tinggi maka pihak pemohon tersebut dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. Dasar hukum pengajuan kasasi adalah Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:

  1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
  2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
  3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Mahkamah Agung dalam melakukan peradilan kasasi tidak melakukan peninjauan putusan seluruhnya dari pengadilan-pengadilan dalam tingkat peradilan terakhir tetapi terbatas pada peninjauan mengenai hukum saja, tidak mengenai peristiwa dan pembuktiannya. Dalam proses litigasi, pemeriksaan suatu perkara dianggap telah selesai karena semua tingkat upaya hukum telah digunakan secara maksimal.

Akibatnya perkara tersebut akan dianggap tuntas dengan ditandai proses eksekusi. Namun dengan berakhirnya proses litigasi bukan berarti sengketa di antara para pihak telah benar-benar selesai, karena dengan adanya pihak yang kalah justru akan menimbulkan dendam yang berkepanjangan. Penyelesaian sengketa secara litigasi pada umumnya hanya digunakan untuk mencari kepuasan pribadi dengan harapan pihak lawannya dinyatakan kalah oleh putusan pengadilan.