Makanan Berbahaya dalam Hukum Positif Indonesia

SUDUT HUKUM | Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan pengertian bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.

Bahan kimia pada dasarnya bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan manusia, dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk yang berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse) sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan.

Bahan kimia berbahaya yang sering disalah gunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin.

Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari masing-masing keempat bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:
  • Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.
  • Formalin (larutan formaldehid), dalm dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti.
  • Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
  • Kuning metanil dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.

Terkait dengan perlindungan hukum dan penegakan hukum bagi konsumen dari zat berbahaya pada pangan (makanan) dimana Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang berkaitan dengan keamanan baik ditingkat produksi maupun ditingkat distribusi.

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan atau penghukuman atas perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya kepada konsumen dalam hal ini yaitu penjual jajanan anak sekolah yang mengandung bahan berbahaya di Indonesia.

Berikut adalah peraturan perundang-undangan berbagai bentuk perundang-undangan, yang telah ada seperti :
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa, Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan.

Menurut ketentuan dalam Pasal 10 UU Pangan ditentukan, bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan (ayat (1)). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (ayat (2)).

Undang-Undang Pangan juga mengatur mengenai pangan tercemar dalam Pasal 21 UU sebagai berikut:
Setiap orang dilarang mengedarkan:
  1. pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;
  2. pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
  3. pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan;
  4. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau jewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia;
  5. Pangan yang sudah kadaluwarsa.

Pelanggaran terhadap produksi pangan atau makanan yang berbahaya atau beracun merupakan tindak pidana dan diancan pidana berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU Pangan. Pasal 55 Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menentukan, Barangsiapa dengan sengaja:
  1. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
  2. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahanan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
  3. menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1);
  4. mengedarkan pangan yang dilarang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e;
  5. memperdagangkan pangan yang tidak emmenuhi standar mutu yang diwajibkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a;
  6. memperdagangkan pangan yang mutunya bebrbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b;
  7. memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagimana diamksud dalam Pasal 26 huruf c;
  8. menggganti, melabel kembali, atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

  • Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pada undang-undang tersebut produsen selaku pengusaha yang memproduksi pangan bertanggung jawab untuk menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen lahir karena adanya kebutuhan masyarakat. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini maka kebutuhan masyarakat akan hukum terjawab dan timbul kepastian terhadap perlindungan konsumen, secara hukum dari kerugian yang dialaminya karena ulah curang dari pelaku usaha konsumen dapat menuntut ganti kerugian yang ditimbulkannya.
  • KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Pasal 501 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diancam dengan pidana

denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah: Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan membagikan atau meyimpan untuk dijual atau dibagikan, barang makanan atau minuman yang dipalsukan atau yang busuk, ataupun air susu dari ternak yang dapat mengganggu kesehatan.