Ketentuan Mengenai Pengecualian Dalam Pasal 50 Undang-Undang No.5 Tahun 1999

SUDUT HUKUM | Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan pengecualian-pengecualian berlakunya semua ketentuan dalam Undang-Undang tersebut, seperti diuraikan dalam pembahasan sebelumnya. Di antara pengecualian- pengecualian tersebut terdapat beberapa jenis perjanjian, yaitu perjanjian untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan, perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), perjanjian penetapan-penetapan standar teknis tertentu, perjanjian dalam rangka keagenan, perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat, perjanjian internasional yang telah diratifikasi, dan perjanjian ekspor.

Selanjutnya dijelaskan lagi Pasal 50 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur perjanjian-perjanjian dan perbuatan-perbuatan yang dikecualikan, sebagai pelanggaran Undang-Undang Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yaitu:
  • Perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
  • Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
  • Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan/atau jasa yang tidak mengekang dan/atau menghalangi persaingan; atau
  • Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok barang dan/atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
  • Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
  • Perjanjian Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
  • Perjanjian dan/atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan/atau pasokan dalam negeri; atau
  • Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
  • Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Sangat disayangkan karena penjelasan Undang-Undang sangat tidak memadai dan tidak memberikan elaborasi dan tuntunan atas berbagai selukbeluk perjanjian yang dikecualikan tersebut hanya disebutkan “cukup jelas”.

Para penyusun Undang-Undang barang kali tidak sadar bahwa ketidakjelasan yang dikatakan “cukup jelas” tersebut justru membuka peluang bagi para pelaku usaha untuk memanfaatkannya sehingga ketidakjelasan tersebut dikhawatirkan akan disalahgunakan, kecuali Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (KPPU) mengantisipasikannya secara lebih dini.