Dasar Hukum Pemungutan Pajak

SUDUT HUKUM | Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan oleh negara sebelum ada hukum yang mengaturnya karena negara Indonesia adalah negara hukum. Pemungutan pajak oleh negara tanpa memiliki dasar hukum yang sah, berarti negara melalui pejabat pajak melakukan perampasan dan bahkan merupakan perampokan bagi kekayaan warganya sebagai wajib pajak.

Pengaturan pajak, pada awalnya, diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan Undang-undang. Setelah UUD 1945 diamandemen, Pasal 23 ayat (2) diganti UUD 1945 diganti dengan Pasal 23A UUD 1945 yang menegaskan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang.

Ketentuan ini secara tegas memisahkan antara pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa. Termasuk dalam pengertian pungutan lain yang bersifat memaksa adalah retibusi, iuran, dan sebagainya. Pasal 23A UUD 1945 merupakan dasar konstitusional bagi negara untuk memungut pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa kepada warganya, termasuk warga negara asing, yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, atau memiliki, menguasai, atau memanfaatkan segala objek pajak yang berada di Indonesia. Dalam pemungutan pajak terdapat asas bahwa yang berwenang melakukan pemungutan pajak adalah negara dan tidak boleh dilimpahkan kepada pihak swasta.

Bukan hanya pemerintah saja termasuk aparatnya selaku wakil negara yang berwenang melakukan pemungutan pajak. Pihak swasta tidak diperkenankan atau dilarang melakukan pemungutan pajak karena masalah pajak melibatkan rakyat sebagai wajib pajak untuk menyerahkan sebagian kekayaannya kepada negara sehingga tidak ada ketentuan hukum yang berlaku yang membolehkan pihak swasta melakukan pemungutan pajak.

Namun demikian, pemungutan pajak tidak selalu dilakukan oleh petugas pajak, sepanjang Undang-undang pajak memberikan kekhususan kepada orang pribadi tau badan untuk memungut pajak seperti halnya yang terjadi pada pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang dilakukan oleh aparat pemerintah daerah di lingkungan departemen dalam negeri. Demikian halnya dengan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilakukan oleh pemotong atau pemungut yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.