Ketentuan Royalti Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara

SUDUT HUKUM | Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

Guna memenuhi ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembanguan nasional.

Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat. Maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.

DalamUndang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara royalti atau iuran produksi diatur dalam beberapa pasal yaitu:
  • Pasal 39 ayat (2) yaitu berisikan tentang kewajiban memuat ketentuan IUP Operasi Produksi salah satunya wajib memuat penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi.
  • Pasal 45 yaitu mineral atau batu bara yang tergali sebagaimana dimaksud pasal 43 dikenai iuran produksi.
  • Pasal 70 yaitu berisikan tentang kewajiban pemegang IPR yang salah satunya membayar iuran tetap dan iuran produksi.
  • Pasal 79 yaitu berisikan tentang kewajiban memuat ketentuan IUPK Operasi Produksi salah satunya wajib memuat iuran tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan negara/ daerah, yang terdiri atas bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi.
  • Pasal 82 yaitu mineral atau batu bara yang tergali sebagaimana dimaksud pasal 81 dikenai iuran produksi.
  • Pasal 92 yaitu pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang tela diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi dan iuran produksi kecuali mineral ikutan radioaktif.
  • Pasal 105 ayat 3 yaitu mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenai iuran produksi.
  • Pasal 128 ayat 4 yaitu penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

  1. Iuran tetap;
  2. Iuran eksplorasi;
  3. Iuran produksi; dan
  4. Kompensasi data informasi.

  • Pasal 130 ayat (1) yaitu pemegang IUP atau IUPK tidak dikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (4) huruf c dan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (5) atas tanah/ batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. Pasal 130 ayat (2) yaitu pemegang IUP atau IUPK tdikenai iuran produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (4) huruf c atas pemanfaatan tanah/ batuan yang ikut tergali pada saat penambangan.
  • Pasal 132 ayat (1) yaitu besaran tarif iuran produksi ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi, dan harga komoditas tambang. pasal 132 ayat (2) yaitu besaran tarif iuran produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.