Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus provocatus yang terdapat dalam masing-masing pasal tersebut:
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. “
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan Pasal 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
- Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan aborsi atau menyuruh orang lain, diancam hukuman 4 (empat) tahun penjara.
- Seseorang yang sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
- Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
- Jika yang membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
- Necessity, bahwa hukum harus diformulasikan sesuai dengan kebutuhan sistematis terencana:
- Adequacy, bahwa rumusan norma-norma hukum harus memiliki tingkat dan kadar kepastian yang tinggi;
- Legal certainty, bahwa hukum harus memuat kaidah-kaidah dengan jelas dan nyata, tidak samar-samar dan tidak menimbulkan penafsiran;
- Actuality, bahwa hukum harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat dan zaman, tanpa mengabaikan kepastian hukum;
- Feasibility, bahwa hukum harus memiliki kelayakan yang dapat dipertangggungjawabkan terutama berkenaan dengan tingkat penataannya;
- Veribility, bahwa hukum yang dikerangkakan harus dalam kondisi yang siap uji secara objektif;
- Enforceability, bahwa pada hakikatnya terus memiliki daya paksa agar ditaati dan dihormati;
- Provability; bahwa hukum harus dibuat sedemikian rupa agar mudah dalam pembuktian.
Hal ini diperlukan karena ketiga alasan aborsi aman, yaitu kehamilan akibat perkosaan dan incest, perempuan hamil yang mengalami gangguan jiwa berat, dan janin yang mengalami cacat bawaan berat, di dalam ius constitutum merupakan perbuatan pidana karena itu dilarang dan diancam dengan pidana, namun dalam ius constituendum meskipun perbuatan-perbuatan tersebut tetap bersifat melawan hukum, perempuan hamil dan tenaga medis yang membantu melakukan aborsi tidak dipidana karena tidak mempunyai kesalahan berdasarkan pengecualian berupa alasan pemaaf sebagai alasan penghapusan pidana yang bersumber dari Pasal 48 KUHP tentang daya paksa (overmacht) dan kondisi darurat (noodtoestand). Penerapan Pasal 48 KUHP terhadap ketiga alasan aborsi tersebut dilandasi oleh teori perlindungan hukum yang seimbang yang bersumber pada Pancasila, yang dapat diukur dengan ide yaitu justice yang memuat konsep iustitia distributive.
Konsep iustitia distributive tersebut dengan jelas menggambarkan dua hal, yaitu kewajiban pemerintah untuk membagikan kesejahteraan kepada warga negaranya dan hak warganegara untuk memperoleh kesejahteraan dari pemerintah. Konsep iustitia distributive jelas terlihat di dalam pernyataan pada alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang memuat salah satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia dan menjadi landasan politik hukum Indonesia yaitu :
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.”.