Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244 KUHP)

SUDUT HUKUM | Berikut adalah rumusan dari Pasal 244 KUHP:

Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedakan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

Apabila dirinci rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur-unsur objektif:
1) Perbuatan:
a) meniru;
b) memalsu;
2) Objeknya:
a) mata uang;
b) uang kertas negara;
c) uang kertas bank;
b. Unsur subjektif dengan maksud untuk:
a) mengedarkan; atau
b) menyuruh mengedarkan mata uang dan uang kertas itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu.

Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244 KUHP)

a) Perbuatan Meniru
Dalam perbuatan meniru, haruslah ada sesuatu barang yang asli sebelumnya, lalu kemudian barang itu dibuat tiruannya yang menyerupai barang aslinya. Dalam kejahatan Pasal 244, sesuatu barang yang ditiru itu adalah mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara.

Membuat uang kertas baru yang sebelumnya tidak terdapat aslinya bukanlah merupakan perbuatan meniru. Meskipun dalam keadaan tersebut terdapat niat dari pelaku untuk mengedarkan uang tersebut, tetapi perbuatan membuat uang itu bukanlah perbuatan meniru karena sama sekali tidak ada uang sebelumnya untuk ditiru.

b) Perbuatan Memalsu
Berbeda dengan perbuatan meniru yang berupa perbuatan menghasilkan suatu mata uang atau uang kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya sebelum pembuatan dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan memalsu (vervalschen) sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada uang asli ini dilakukan perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun warna, menambah atau mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain dengan yang asli. Tidak menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau mata uang itu nilainya menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi.
Demikian juga tidak merupakan syarat bagi motif apa ia melakukan perbuatan itu. Apabila terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu termasuk perbuatan yang dilarang dan dipidana.
Kejahatan Pasal 244 dirumuskan secara formil, maksudnya ialah melarang melakukan perbuatan tertentu, dan tidak secara tegas menimbulkan akibat tertentu.

Sebagai tindak pidana formil, terwujudnya atau selesainya kejahatan ini bergantung pada selesainya perbuatan meniru atau memalsu. Untuk dapat selesai atau terwujudnya perbuatan meniru atau memalsu diperlukan suatu syarat yakni hasil atau akibat dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang atau uang kertas yang palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu menghasilkan mata uang atau uang kertas yang dipalsu.
c) Mata Uang dan Uang Kertas
Pengertian mata uang negara dan uang kertas negara masing-masing terdiri dari logam dan uang kertas yang merupakan alat pembayaran yang sah, baik mata uang dan uang negara Republik Indonesia maupun mata uang dan uang negara asing.[1]
d) Maksud untuk: a) Mengedarkan dan b) Menyuruh mengedarkan mata uang dan uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu
Unsur kesalahan dalam kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan uang kertas negara maupun uang kertas bank sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 244 KUHP adalah unsur kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerfk) berupa kesalahan dalam arti yang sempit. Pelaku dalam melakukan perbuatan meniru dan memalsu uang kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang, didorong oleh suatu kehendak (maksud) yang ditujukan untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu (uang kertas yang tidak asli) atau uang kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang yang dipalsu tersebut sebagai uang kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang asli dan tidak dipalsu.

  • Memperhatikan unsur kesalahan dalam rumusan Pasal 244 KUHP, dapat disimpulkan bahwa: di samping pelaku menghendaki untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan; dan
  • juga ia harus mengetahui atau mata uang atau uang kertas itu adalah tidak asli atau dipalsu. Tidak asli atau palsunya itu diketahuinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri berupa meniru atau memalsu.


Kesadaran pelaku juga harus ditujukan pada palsunya uang, sedangkan penyebab palsunya itu disadarinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri, maka sikap batin pelaku terhadap perbuatan meniru atau memalsu yang menghasilkan tidak asli atau palsunya mata uang atau uang kertas itu adalah sikap batin sebagaimana yang dimaksud oleh unsur kesengajaan yang menurut MvT sebagai willens en wetens. Oleh karena itu, walaupun secara formal tidak dicantumkan unsur kesengajaan terhadap perbuatan meniru atau memalsu, secara tersirat unsur kesengajaan terhadap kedua perbuatan materil itu sesungguhnya ada. Kesengajaan terhadap kedua perbuatan itu adalah berupa unsur yang terselubung.

Oleh karena unsur kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan meniru atau memalsu tidak dicantumkan dalam rumusan, kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan itu tidak perlu dibuktikan. Cukup membuktikan bahwa telah terjadinya perbuatan, maka dianggap unsur kesengajaan itu telah terbukti pula.

Berdasarkan pada pandangan ini, hal yang tidak mungkin terjadi pada pemalsuan uang yang dilakukan oleh sebab atau karena kelalaian/culpa.

Perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang palsu tidak perlu telah terwujud. Perihal mengedarkan atau menyuruh mengedarkan adalah berupa apa yang dituju oleh maksud pelaku belaka, berupa unsur subjektif. Selesainya kejahatan ditentukan oleh perbuatan meniru atau memalsu, bukan pada telah terjadinya perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan.

Uang palsu yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP tetapi masuk dalam kejahatan Pasal 245 KUHP.



[1] Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2012, hlm. 54.