Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan

SUDUT HUKUM | Perjanjian perkawinan yang telah disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan berlaku mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak calon suami istri. Jika perjanjian perkawinan yang telah dibuat suami istri tidak dilaksanakan atau terjadi pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat maka secara otomatis memberikan hak kepada istri untuk meminta pembatalan nikah atau sebagai alasan gugatan perceraian.


Upaya hendak mempertahankan perjanjian perkawinan yang telah disahkan merupakan hak bagi semua pihak yang berjanji. Perkara tentang sengketa perjanjian perkawinan harus diselesaikan oleh penegak hukum yang berwenang.


Karena tujuan dari hukum itu sendiri adalah:

  • Untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mempunyai perseimbangan yang timbal balik atas dasar kewenangan yang terbuka bagi setiap orang.
  • Untuk mengatur syarat-syarat yang di perlukan bagi setiap kewenangan.
  • Untuk mengatur larangan-larangan, untuk mencegah perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat kewenangan atau yang bertentangan dengan hak-hak dan kewajiban yang timbul dari kewenangan itu.
Perjanjian perkawinan yang memenuhi syarat-syarat tentang sahnya perjanjian-perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata dan syarat-syarat khusus mengenai pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (telah disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan) harus dipandang berlaku sesuai dengan Undang-Undang bagi pihak yang berjanji, seperti dalam pasal 1338 KUH Perdata:

Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuanpersetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan i’tikad baik.”

Jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan, maka pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.

Rujukan:

  1. Damanhuri, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Bandung; Mandar Maju, 2012,
  2. Abu Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Said Bin Hazm Al Andalusi, Al Muhalla Bi Al Atsar, Beirut; Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2003,