Proses Pemeriksaan dan Pembuktian dalam Persidangan

SUDUT HUKUM | Pasal 152 KUHAP menentukan bahwa dalam hal pengadilan menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Hakim dalam menetapkan hari sidang memrintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
Selanjutnya dalam Pasal 153 KUHAP ditentukan sidang bahwa pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi dan ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara bebas. Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Keadaan bebas disini berarti tidak dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan.
Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan identitas lengkap terdakwa. Setelah itu, hakim ketua sidang meminta penuntut umum untuk membacakan dakwaan. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah sudah benar-benar mengerti. Penuntut umum, atas permintaan hakim ketua sidang, wajib memberikan penjelasan yang diperlukan.
Dalam persidangan, terdakwa berhak untuk mengajukan saksi atau ahli yang memberikan keterangan kesaksian atau keterangan keahlian yang menguntungkan bagi terdakwa atau a de charge. Apabila terdakwa mengajukan saksi atau ahli yang akan memberi keterangan yang menguntungkan baginya, persidangan wajib memanggil dan memeriksa saksi atau ahli tersebut. Kesimpulan yang mewajibkan persidangan harus memeriksa saksi atau ahli a de charge yang diajukan terdakwa, ditafsirkan secara konsisten dari ketentuan Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 160 ayat (1) huruf e KUHAP. Selain itu, terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Setelah selesai keseluruhan pemeriksaan, maka penuntut umum mengajukan tuntutan pidana terhadap terdakwa. Atas tuntutan tersebut, terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atau pledoi (Pasal 182 ayat (1) b). Maka rantai dari penanganan suatu perkara pidana akan bermuara pada putusan hakim. Pengambilan putusan ini tentunya berdasarkan kepada surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan.
Keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum sesuai dengan ketentuan pasal 195 KUHAP yang berbunyi: “Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukumtetap apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Bahwa putusan pengadilan yang menyatakan seorang terdakwa bersalah yang didasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan majelis hakim (akan kesalahan terdakwa), harus diartikan sebagai akhir dari perlindungan hukum atas hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah.
Proses pemeriksaan pengadilan yang fair and impartial telah dilalui terdakwa dan dibuka seluas-luasnya terhadap terdakwa oleh pengadilan sehingga kemudian majelis hakim atas dasar alat-alat bukti yang disampaikan di persidangan, dan keterangan saksi-saksi (a charge dan a de-charge) telah memunculkan keyakinan mereka untuk menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.