Profil Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah

SUDUT HUKUM | Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki rencana strategis untuk Menghidupkan tarjih, tajdid dan pemikiran Islam dalam Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritisdinamis dalam kehidupan masyarakat dan proaktif dalam menjalankan problem dan tantangan perkembangan sosial budaya dan kehidupan pada umumnya sehingga Islam selalu menjadi sumber pemikiran, moral, dan praksis sosial di tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sangat kompleks.


Muhammadiyah telah menamakan dirinya sebagai organisasi gerakan tajdid sebagai sebuah konsekuensi “kembali pada al Qur’an dan Sunnah” oleh karena itu para ulama’nya dituntut untuk memilih yang paling arjah atau yang paling kuat dari beberapa pendapat yang berbeda. Baik dari segi dalildalilnya maupun manhaj yang dipakainya, sehingga para anggota persyarikatan tidak terombang-ambing oleh ikhtilaf, dan untuk itu, maka dibentuklah “majelis tarjih.


Mejelis Tarjih adalah suatu lembaga dibawah naungan Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum bidang fiqih. Mejelis ini dibentuk dan disahkan pada Kongres Muhammadiyah XVII Tahun 1928 di Pekalongan dengan KH. Mas Mansur sebagai ketua yang pertama. Mejelis ini didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah khilafiyah karena pada waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah.


Berdasarkan garis besar program, Majelis ini mempunyai tugas:

  1. Mengembangkan dan menyegarkan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat yang multikultural dan kompleks.
  2. Mensistematisasi metodologi pemikiran dan pengalaman Islam sebagai prinsip gerakan tajdid dalam gerakan Muhammadiyah.
  3. Mengoptimalkan peran kelembagaan bidang tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu proaktif dalam menjawab masalah riil masyarakat yang sedang berkembang.
  4. Mensosialisasikan produk-produk tajdid, tarjih dan pemikiran keislaman Muhammadiyah ke seluruh lapisan masyarakat.
  5. Membentuk dan mengembangkan pusat penelitian, kajian, dan informasi bidang tajdid pemikiran Islam yang terpadu dengan bidang lain.
Pada tahap-tahap awal, tugas Majelis Tarjih, sesuai dengan namanya, hanyalah sekedar memilih-milih antar beberapa pendapat yang ada dalam Khazanah Pemikiran Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, di kemudian hari, karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan yang dihadapinya semakin banyak dan kompleks, dan tentunya jawabannya tidak selalu di temukan dalam Khazanah Pemikiran Islam Klasik, maka konsep tarjih Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup signifikan Kemudian mengalami perluasan menjadi usaha-usaha mencari ketentuan hukum bagi masalah-masalah baru yang sebelumnya tidak atau belum pernah ada diriwayatkan pendapat ulama mengenainya. Usaha-usaha tersebut dalam kalangan ulama ushul Fiqh lebih dikenal dengan nama Ijtihad.


Majelis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam Persyarikatan, karena selain berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan Persyarikatan, mereka memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya. Sehingga, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Majlis Tarjih ini merupakan Think Thank“ –nya Muhammadiyah. Ia bagaikan sebuah “processor“ pada sebuah komputer, yang bertugas mengolah data yang masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.


Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qa’idah Majlis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SKPP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4, adalah sebagai berikut:

  • Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.
  • Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta membimbing umat, khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah.
  • Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam
  • Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama.
  • Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.
Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H (bertepatan tanggal 18 November 1912 M) Muhammadiyah diresmikan menjadi organisasi persyarikatan dan berkedudukan di Yogyakarta, dipimpin langsung oleh KH. A. Dahlan sendiri sebagai ketuanya.

Majlis tarjih adalah suatu lembaga dalam Muhammadiyah yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum bidang fiqih. Majlis ini dibentuk dan disahkan pada kongres Muhammadiyah XVII tahun 1928 di Yogyakarta, dengan K.H. Mas Mansur sebagai ketuanya yang pertama. Majlis ini didirikan pertama kali untuk menyelesaikan persoalanpersoalan khilafiyat, yang pada waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah. Kemudian Majlis Tarjih itulah yang menetapkan pendapat mana yang yang dianggap paling kuat, untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya, Majlis Tarjih tidak sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyat, tetapi juga mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan baru yang belum pernah dibahas sebelumnya.


Sehubungan semakin banyak tugas yang harus dilaksanakan oleh Majlis Tarjih, maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 1971 telah menetapkan Qaidah Lajnah Tarjih. Dalam pasal 2 Qaidah tersebut disebutkan, bahwa tugas Lajnah Tarjih adalah sebagai berikut:

  1. Menyelidiki dan memahami ilmu agama Islam untuk memperoleh kemurniannya.
  2. Menyusun tuntunan aqidah, akhlaq, ibadah, mu’amalah dunyawiyyah.
  3. Memberi fatwa dan nasihat, baik atas permintaan maupun tarjih sendiri memandang perlu.
  4. Menyalurkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.
  5. Mempertinggi mutu ulama.
  6. Hal-hal lain dalam bidang keagamaan yang diserahkan oleh pimpinan persyarikatan.
Berdasarkan tugas pokok dan kegiatan yang telah dilakukan oleh Majlis Tarjih, agaknya tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa Majlis ini merupakan lembaga ijtihad Muhammadiyah. Tugas utamanya adalah menyelesaikan segala macam persoalan kontemporer, ditinjau dari segi fiqih. Tentu yang dimaksud ijtihad di sini adalah ijtihad jama’i. Memang dalam perkembangan awal, ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah lebih banyak bersifat ijtihad intiqa’i atau ijtihad tarjihi. Namun dalam perkembangannya yang terakhir sudah mengarah kepada ijtihad insya’i.