Penggelapan

SUDUT HUKUM | Kata penggelapan adalah suatu terjemahan dari kata “Verdeuistering” dalam Bahasa Belanda. Penggelapan merupakan perbuatan yang tidak jujur dan menyalahi aturan demi mencari keuntungan sebanyak mungkin. Pelaku Tindak Pidana jenis penggelapan ini hanya memikirkan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Mengenai penggelapan diatur dalam Pasal 372, 373, 374, 375, 376 ,dan 377.

Pengertian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan (penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.
Menurut Lamintang, tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan kepercayaan oleh seorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya unsur melawan hukum.

Penggelapan

R. Soeghandi mengatakan tindak pidana penggelapan yaitu barang yang diambil untuk dimiliki sudah berada di tangannya si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam penggelapan biasa yaitu unsur subjektif berupa kesengajaan, dengan melawan hukum dan unsur objektif berupa barang atau benda.
Pengertian yang paling luas dari perkataan benda zaak ialah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai lawan dari subjek. Secara sempit benda yaitu barang yang dapat terlihat saja.
Dalam Kasus pengadilan Negeri Tanjungkarang No.1215/Pid.B/2014/PN.Tjk yang menjadi unsur objektif dari kasus penggelapan tersebut berupa barang atau benda berbentuk uang dari retur penjualan tiket. Retur penjualan yaitu pengembalian barang karena hal tertentu. Retur hanya mungkin terjadi dalam transaksi penyerahan barang, dan tidak dapat terjadi dalam penyerahan jasa. Berikut beberapa penyebab terjadinya pengembalian kepada penjual berdasarkan peraturan yang mengatur tentang retur yaitu peraturan mentri keuangan Nomor : 65/PMK.03/2010 yaitu :
  • Barang Rusak
  • Tidak memenuhi spesifikasi
  • Akibat perubahan peraturan terhadap jenis barang tertentu yang tidak boleh dilakukan penjualan, namun barang telah dijual
  • Batal penjualan atau kepentingan lain yang mengakibatkan barang dikembalikan kepada perusahaan.

Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia tindak pidana pada umumnya dibagi dalam dua golongan, yakni Tindak Pidana dan pelanggaran. Menurut doktrin, perbedaaan antara Tindak Pidana dan pelanggaran menurut KUHP adalah apabila Tindak Pidana didasarkan kepada “Recht Delicten” , artinya perbuatan itu menimbulkan ketidakadilan oleh karena itu perbuatan tersebut harus dibalas dengan ketidakadilan, sedangkan yang dijadikan dasar pelanggaran adalah pembentuk undang-undang yang menyatakan demikian atau sering disebut “Wets Delicten”.
Tindak pidanapenggelapan ini diatur dalam Buku II Bab XXIV KUHP dari Pasal 372-377 KUHP. Berdasarkan perumusan yang dibuat dalam Pasal-Pasal diatas tindak pidana penggelapan dapat digolongkan dalam empat macam :
  1. Penggelapan biasa (Pasal 372 KUHP) (Baca disini)
  2. Penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP) (Baca disini)
  3. Penggelapan dengan kualifikasi (Pasal 374 dan Pasal 375KUHP) (Baca disini)
  4. Penggelapanyang dilakukan dalam lingkungan keluarga. (Baca disini)