Pengaturan Mengenai Salah Tangkap dalam Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015

SUDUT HUKUM | Aturan ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana dan diundangkan oleh Presiden Soeharto pada 31 Desember 1983. Setelah itu, tidak ada satu pun rezim yang merevisi aturan tersebut. Pada awal November 2015 Jokowi memerintahkan revisi aturan itu terkait ganti rugi korban salah tangkap.

Dalam tempo satu bulan, revisi ini diundangkan, tepat dengan hari HAM Internasional tanggal 10 Desember 2015 lahir Peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun 2015 tentang Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Salah satu poin penting Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 adalah merevisi ganti rugi salah tangkap, yaitu menjadi:
  • Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500 ribu dan paling banyak Rp 100 juta (sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 1 juta).
  • Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 25 juta dan paling banyak Rp 300 juta (sebelumnya Rp 0-Rp 3 juta).
  • Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 600 juta (sebelumnya Rp 0-Rp 3 juta).

Adapun untuk proses eksekusi, pemerintah wajib memberikan ganti rugi tersebut maksimal 14 hari sejak surat dari Ketua Pengadilan Negeri yang memberitahukan adanya ganti rugi tersebut, diterima pemerintah. Sebelumnya, tidak dibatasi waktunya hingga korban menerima gemerincing uang bisa bertahun-tahun lamanya. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada 8 Desember 2015.