Hukum Talak dalam Keadaan Emosi Menurut Fatwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah

SUDUT HUKUM | Ketika orang melangsungkan akad nikah dengan adanya ijab qobul, maka yang terbayang dalam otak adalah kebahagiaan. Kesenangan, dan ketenteraman lahir batin. Akan tetapi kenyataan yang terjadi belum tentu demikian. Banyak orang yang menjadi bahagia dalam perkawinan tersebut, namun tidak sedikit pula perkawinan yang berakhir dengan perceraian, atau paling tidak perkawinan itu berjalan tidak harmonis sebagaimana yang diharapkan.

Apalagi di zaman sekarang yang semakin maju dan kompleksnya kehidupan, problematika yang muncul dalam kehidupan berumah tangga semakin meningkat, baik mengenai masalah intern keluarga maupun kondisi sosial sekitarnya, maka tidak sedikit kita lihat pasangan suami isteri gagal dalam usaha mendirikan rumah tangga yang damai dan tentram, yang mungkin karena keduanya berlainan tabiat dan kemauan, berlainan tujuan hidup dan cita-cita, sehingga sangat rentan untuk terjadinya perpisahan. Jadi, meskipun perkawinan merupakan ikatan perjanjian yang kuat, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi keduanya untuk berpisah dan tidak dapat dipersatukan kembali.

Hukum Talak dalam Keadaan Emosi Menurut Fatwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah


Ada dua hal yang perlu dipahami dalam menetapkan hukum masalah di atas, yaitu pertama, tentang emosi, dan yang kedua, tentang syarat-syarat jatuhnya suatu talak. Emosi merupakan perasaan batin yang terus menerus timbul dari hati seseorang, bukan timbul dari akal pikiran (otak). Karena itu suatu emosi yang timbul pada seseorang mungkin tidak menutup akal pikiran dan mungkin pula dapat menutup akal pikiran. Jika seorang suami yang sedang dalam keadaan emosi yang tidak menutup akal pikirannya menjatuhkan talak kepada istrinya, maka talaknya akan jatuh. Sebaliknya, suami yang dalam keadaan emosi yang menutup akal pikiranya, maka talaknya tidak jatuh.

Demikian juga halnya dengan talak yang dijatuhkan suami dalam keadaan emosi yang pikirannya sedang tertutup, maka talaknya tidak jatuh.

Dalam pada itu talak yang dijatuhkan suami hendaklah resmi, dalam arti lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya. Di antara rukun talak itu ialah dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki.

Allah SWT berfirman:

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar”. (QS. Al Thalaq: 2)

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 38 dan 39:
Pasal 38:
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.

Pasal 39:
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
(3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.

Maka setiap perceraian dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama atas ketetapan dan keputusan hakim, j.o. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bagian kedua, paragraf 1 pasal 65:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.


Keputusan Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Bab XVI bagian kesatu paal 115:

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Dengan demikian, maka talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya itu tidak sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Seandainya talak itu dilakukan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, maka rujuknya dicatat dan dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah dan disaksikan oleh dua orang saksi, sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Bab XVIII bagian kesatu pasal 164, 165, dan 166.

Pasal 164:
Seorang wanita dalam iddah talak raj’i berhak mengajukan keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya dihadapan Pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi.
Pasal 165:
Rujuk yang dilakukan tanpa sepengetahuan bekas isteri, dapat dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.
Pasal 166:
Rujuk harus dapat dibuktikan dengan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan bila bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, dapat dimintakan duplikatbya kepada instansi yang mengeluarkannya semula.

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
  • Jika talak itu dijatuhkan oleh suami yang dalam keadaan emosi yang akal pikirannya telah tertutup, maka talaknya tidak jatuh.
  • Jika talak itu dijatuhkan oleh suami dalam keadaan emosi yang tidak tertutup akal pikirannya, maka talak itu pun juga tidak jatuh, karena tidak disaksikan oleh dua orang saksi. Bila talak itu dilakukan secara resmi dengan arti lengkap rukun dan syaratnya, maka talak itu jatuh. Talak yang jatuh satu kali atau dua kali dapat dirujuk oleh suami.
  • Talak yang dilakukan di luar pengadilan, maka tidak sah talaknya.