Tata Cara Eksekusi

SUDUT HUKUM | Pada asasnya eksekusi dijalankan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; putusan yang tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela; putusan hakim yang bersifat condemnatoir; eksekusi dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua Pengadilan Agama.

Ketika putusan hakim bersifat condemnatoir; putusannya juga telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dijalankan secara sukarela, maka perlu dilakukan eksekusi guna memenuhi isi putusan dari pihak yang dimenangkan perkaranya. Adapun tata cara pelaksanaan eksekusinya adalah sebagi berikut:[1]
  1. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan atau dipimpin ketua Pengadilan Agama
  2. Sebelum dilaksanakan eksekusi, diberikan peringatan (aanmaning), Dalam praktek, peringatan dilakukan dalam pemeriksaan sidang insidentil yang dihadiri oleh ketua Pengadilan Agama, panitera, dan pihak yang kalah. Dalam sidang tersebut diberitahukan permohonan eksekusi dari pihak yang menang dan agar pihak yang kalah menjalankan putusan dalam waktu yang ditentukan (selama masa peringatan). Semua peristiwa yang terjadi dalam persidangan pemberian peringatan tersebut dicatat dalam berita acara sebagai bukti otentik sidang pemberian peringatan kepada pihak yang kalah. Bahkan berita acara tersebut sangat penting untuk mendukung dan menjadi landasan hukum bagi sahnya penetapan perintah eksekusi selanjutnya.
  3. Jika tidak mengindahkan peringatan dilakukan sita eksekusi, Jika sesudah lewat waktu yang ditentukan belum juga dipenuhi putusan tersebut, atau jika pihak yang dikalahkan tersebut sesudah dipanggil dengan patut tidak juga menghadap, maka ketua karena jabatannya memberikan perintah secara tertulis supaya disita sejumlah barang tidak tetap (barang bergerak) dan jika tidak ada barang seperti itu, atau ternyata tidak cukup, maka barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan tersebut, sehingga dirasa cukup sebagai pengganti jumlah uang yang tersebut dalam putusan dan seluruh biaya pelaksanaan putusan tersebut (Pasal 197 (1) HIR).


Surat perintah inilah yang lazim disebut “penetapan” atau yang biasa disebut surat penetapan perintah eksekusi. Surat penetapan ini menjamin sahnya perintah menjalankan eksekusi, baik terhadap panitera atau jurusita yang mendapat perintah maupun pihak yang kalah (tereksekusi).



[1] Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.216