Pengaturan Tindak Pidana Terorisme dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003

SUDUT HUKUM | Pasca terjadinya peristiwa Bom Bali I pada 12 Oktober 2002, Indonesia diingatkan akan adanya ancaman terhadap perdamaian dan keamanan didepan mata. Sebagai langkah proaktif dari peristiwa itu dan juga merupakan langkah preventif dari peristiwa dimasa mendatang, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2002 yang kemudian diundangkan menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Penjelasan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dinyatakan terorisme yang bersifat internasional merupakan kejahatan yang terorganisasi, sehingga pemerintah dan bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan dan bekerja sama memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlihat dalam penjelasan tersebut, pemerintah Indonesia menyadari terorisme telah menjadi isu internasional dan juga terlihat negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat begitu fokus dalam upaya memerangi terorisme. Untuk itu perlu dikaji mengenai pengaturan dimasing-masing negara.
Pengaturan Tindak Pidana Terorisme dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003, bagian menimbang, dijelaskan terorisme telah menghilangkan nyawa tanpa memandang korban dan menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, atau hilangnya kemerdekaan, serta kerugian harta benda, oleh karena itu perlu dilaksanakan langkah pemberantasan. Namun, peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai saat ini belum secara komprehensif dan memadai untuk memberantas tindak pidana terorisme, sehingga undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 ini mutlak diperlukan. Tujuan utama lahirnya undang-undang ini adalah menjadikan terorisme sebagai suatu tindak pidana di Indonesia. Agar kejahatan terorisme dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai unsur tindak pidana dan subjeknya.

Hal lain terkait ketentuan pidana materil yang tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tetap merujuk kepada KUHP, hal ini berdasarkan penafsiran a contrario terhadap Aturan penutup KUHP dalam Pasal 103 KUHP yang menyatakan ketentuan dalam KUHP berlaku juga bagi undang-undang lain kecuali jika oleh undang-undang lain ditentukan lain (asas lex specialis derogat legi generalis).