Pembagian Al-Mashlahah

SUDUT HUKUM | Ibnu Asyur menegaskan bahwa al-Maqhasid Syariah harus berupa al-Mashlahah. Karena Syari’ mempunyai hak progratif untuk menentukan jenis-jenis al-Mashlahah, batasan dan tujuannnya hingga menjadi sebuah pedoman untuk diikuti. Berangkat dari titik ini, beliau membedakan al-Mashlahah menjadi tiga bagian yaitu:

Dharuriyyat

Yaitu kemaslahatan yang sifatnya harus dipenuhi dan apabila tidak terpenuhi, akan berakibat kepada rusaknnya tatanan kehidupan manusia dimana keadaan umat tidak jauh berbeda dengan hewan.
Mashlahat ini merupakan kebutuhan primer bagi manusia dan mau tidak mau harus dilakukan usaha untuk pemenuhannya jika memang dalam kehidupan tidak diinginkan timbul berbagai bencana dan kesusahan serta hal-hal yang dapat membuat kehidupan menjadi fatal. Untuk mewujudkan kemaslahatan ini haruslah dipeliharah lima macam yang disebut dengan al-Maqasidul khamsah yaitu pemeliharan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Hajiyyat

Adalah kebutuhan umat manusia untuk memenuhi kemashlahatan dan menjaga tatanan hidupnya, hanya saja manakala tidak terpenuhi tidak sampai mengakibatkan rusaknya tatanan yang ada. Sebagian besar babmubah dalam mu’amalah termasuk dalam tingkatan ini.

Mashlahat ini merupakan kebutuhan sekunder bagi manusia yang seharusnya dilakukan usaha pemenuhannya jika dalam kehidupanya tidak diinginkan timbul kesulitan. Status kemaslahan ini berada pada tingkatan dibawah daruriyyat di atas.

Tahsiniyyat

Yaitu kemaslahatan pelengkap bagi tatanan kehidupan umat agar hidup aman dan tentram. Contohnya adalah kebiasaan-kebiasaan baik yang bersifat umum maupun khusus. Selain itu, terdapat pula al-Mashlahah al-Mursalah yaitu jenis kemaslahatan yang tidak dihukumi secara jelas oleh syari’at.
Mashlahat ini merupakan kebutuhan komplementer bagi manusia yang mana dilakukan usaha atau diinginkan suatu kesempurnaandan kelengkapan dalam kehidupan. Status kemashlahan ini ada pada tingkatan di bawah hajiyyat.
Jika dilihat dari segi eksistensinya, maka para ulama membagi mashlahah kepada tiga macam, yaitu:

  • Mashlahah Mu’tabarah, Adalah kemaslahatan yang terdapat dalam nash seacar tegas menjelaskan dan mengakui kebenarannya. Yang termasuk dalam kemashlahatan ini adalah mashlahah dharuriyah. Seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa semua mashlahah yang dikategorikan kepada mashlahah mu’tabarah wajib tegak dalam kehidupan, kerena dilihat dari segi tingkatannya ia merupakan kepentingan pokok yang wajib ditegakkan.
  • Mashlahah Mursalah, Yaitu mashlahah yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya ataupun yang menolaknya. Mashlahah ini tidak disebutkan dalam nash secara tegas. Mashlahah ini sejalan dengan syara’ yang dapat dijadikan pijakan dalam mewujudkan kebaikan yang dibutuhkan manusia serta terhindar dari kemudharatan.

Ada tiga syarat yang harus diperhatikan bila mendapatkan mashlahah mursalah dalam menetapkan hukum, yaitu:

  1. Kemaslahan ini hendaknya kemaslahatan yang memang tidak terdapat dalil yang menolaknya.
  2. Hendaknya mashlahah yang dapat dipastikan bukan hal yang samar-samar.
  3. Mashlalah itu hendaknya bersufat umum.
  • Mashlahah Mulghah, Yaitu kemashlahatan yang berlawanan dengan ketentuan nash contoh yang ditunjukkan ulama ushul fiqh, ialah menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya.