Pendapat Madhab Malik tentang Wasiat Kepada Pembunuh

SUDUT HUKUM | Dalam menjelaskan pendapat mazhab Malik tentang wasiat kepada pembunuh, penulis akan membagi dalam beberapa sub bagian:

Pembunuhan yang tidak disengaja

Menurut ‘ulama’ mazhab Malik bahwa wasiat kepada seorang yang membunuh secara tidak disengaja adalah sebagai berikut:
قلت(سحنون بن سعيد التنوخى) هل يجيز مالك الوصية للقاتل؟ قال (عبدالرحمن بن قاسم) : الوصية فى قول مالك فى قتل الخطأ بمنزلة الميراث يرث من المال ولايرث من الدية. وأنا أرى (عبدالرحمن بن قاسم) إن كانت له حياة فأوصىله بعد علمه به، فأرى الوصية له في
المال وفي الدية.

Aku Bertanya (imam Sahnūn ibnu Sa’īd Tanūhi): “Apakah menurut imam Malik wasiat kepada pembunuh itu boleh ? ‘Abdurrahman ibn Qasim menjawab : wasiat kepada pembunuh yang tidak disengaja menurut imam Malik kedudukannya disamakan dengan ahli waris yang menerima warisan dari harta dan tidak dari diyat. Dan menurut pendapat saya (‘Abdurrahman ibn Qasim), jika wasiat itu diberikan kepada pembunuh ketika pemberi wasiat masih hidup setelah mengetahui pembunuhnya, maka wasiat itu sah di dalam harta dan di dalam diyat.


Dari contoh kasus ini dapat dipahami bahwa seseorang yang memberi wasiat, kemudian ternyata penerima wasiat membunuh pemberi wasiat dengan tidak sengaja, dan ternyata meninggal dunia, asalkan pemberi wasiat mengetahui siapa pembunuhnya, maka wasiat itu dianggap sah di dalam harta dan tidak dalam diyat. Jadi di sini penekanannya mengetahui dan tidaknya pemberi wasiat terhadap orang yang mencoba membunuh itu.

Pembunuhan yang disengaja

Sedangkan dalam hal motif pembunuhan yang disengaja mazhab Malik menjelaskan sebagai berikut:
قلت(سحنون بن سعيد التنوخى) : فإن قتله عمدا ؟ قال(عبدالرحمن بن قاسم) : إن قتله عمدا لم تجز الوصية التي اوصى له بها إذا كانت الوصية قبل القتل في مال ولا في دية، إلأ أن يكون قد علم أنه قتله عمدا فأوصىله بعد علمه فإن ذلك جائز ألاترى أن الوارث إذا فتل من يرث عمدا لم يرث من المال ولا من الدية، فكذلك الموصى له إذا قتل عمدا إن أوصىله بعد الضرب بمال فذلك جائز في ثلثه، وإن عفاله من دمه فذلك جائزولا يحسب ذلك في ماله.

Imam Sahnūn ibn Sa’īd Tanūhi bertanya : “Seandainya pembunuhan tersebut disengaja! Kemudian ‘Abdurrahman ibn Qasim menjawab: Wasiat itu tidak boleh diberikan ketika penerima wasiat yang mencoba membunuh pemberi wasiat dan hal itu diketahui oleh pemberi wasiat sebelum terjadi pembunuhan, di dalam harta dan tidak dalam diyat. Kecuali wasiat itu diketahui setelah terjadinya pembunuhan, maka wasiat itu boleh. Perlu diketahui tentang seseorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja tidak berhak menerima warisan dari harta tetapi boleh dalam masalah

diyat. Hal itu sama halnya dengan penerima wasiat ketika membunuh dengan sengaja, yang diberi wasiat sepertiga dari harta, maka hal itu boleh (kedudukan penerima wasiat dengan ahli waris adalah sama). Dan ketika pembunuhan itu dimaafkan oleh ahli waris maka boleh, seandainya harta yang akan diwasiatkan tersebut kurang dari apa yang diwasiatkan maka hal itu boleh”

Sedangkan menurut pendapat Dr. Wahbah Az-Zuhaily dalam kitabnya al-fiqh al-Islami wa’adillatuhu yang menyatakan pendapatnya sebagai berikut:
وأما المالكية : فعندهم تفصيل هو أن الوصية تصح لقاتل، سواء اكان القتل عمدا أم خطأ إذا علم الموصى بمن قتله، ولم يغير وصيته، أو أوصى بعد الضرب، مع علمه بأن الموصى له هو الضارب، لأن المانع من صحة الوصية : وهو استعجال الموصى له الشيئ قبل أو انه، فيعاقب
بالحرمان، لايتحقق الا إذا كان القتل لاحقًا للوصية، واذا كان الموصى عالمًا بالضرب، ثم أوصىله، دل على انه عفا عنه وقصد الإحسان إليه.

Dan ‘ulama’ Malikiyah berkata : wasiat itu sah diberikan kepada pembunuh, baik pembunuh itu disengaja atau tidak ketika pemberi wasiat mengetahui tentang orang yang membunuh, dan wasiat tersebut tidak berubah asalkan wasiat itu diberikan setelah terjadi pembunuhan bersamaan dengan orang yang memberi wasiat mengetahui bahwa penerima wasiat adalah pembunuhnya. Karena sesungguhnya yang menjadi penghalang dari sahnya wasiat adalah tergesa-gesanya sesuatu diberikan kepada penerima wasiat sebelum waktunya. Tidak ada hak atas wasiat itu bagi orang yang membunuh (dengan tergesa-gesa agar cepat mendapatkan wasiat). Adapun orang yang memberi wasiat mengetahui atas pembunuhna itu kemudian memberi wasiat maka hal itu menunjukkan sebagai pemaafan atas pembunuhan itu dan sebagai niat baik terhadap pembunuh tersebut, maka hal itu tetap sah wasiatnya. Dan dengan hal itu menunjukkan sebagai keterangan bahwa hal itu (pembunuh) tidak disyaratkan atas penerimaan wasiat. Dengan sarat wasiat diberikan setelah terjadi pembunuhan walaupun diketahui pembunuhnya”.


Keterangan di atas menunjukkan bahwa seseorang mendapatkan wasiat dengan cara memaksa agar cepat mendapatkan wasiat itu adalah tidak diperbolehkan seperti percobaan membunuh agar pemberi wasiat segera menyerahkan wasiatnya. Adapun orang akan dibunuh mengetahui atas percobaan pembunuhan tersebut dan memberikan wasiatnya kepada sesorang yang mencoba akan membunuh sebagai tanda pemaafan atas pembunuhan itu dan sebagai niat baik maka hal itu diperbolehkan wasiat atau wasiat tersebut dianggap sah.