Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003

SUDUT HUKUM | Sejak Indonesia mengalami krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, seakan-akan telah mendorong kehidupan bangsa ini menuju “titik nol kilometer”. Berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik yang selama ini terpendam, kemudian, telah muncul ke permukaan dan menuntut penyelesaian secepatnya. Adapun faktor-faktor yang memicu terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain; besarnya hutang nasional, ketergantungan pada bahan impor, inefesiensi, adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dan sebagainya.

Dampak dari adanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah membawa kondisi ketenagakerjaan nasional ke dalam situasi yang serius dan memprihatinkan. Kondisi mengenai tenaga kerja itu disebabkan oleh kurangnya tenaga terdidik dan terlatih, kurangnya kemampuan ahli informasi, sulitnya merekrut para spesialis serta kurangnya pelatihan pendidikan yang berkesinambungan.

Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa Sistem Pendidikan Nasional belum mengarah pada standar kompetensi internasional, demikian halnya dengan lembaga pendidikan di Indonesia baik pemerintah atau swasta dimana lulusannya belum dapat diakui di pasar kerja global. Hal ini merupakan konsekuensi dan tantangan yang harus ditanggung oleh bangsa Indonesia untuk dapat bersaing dan sepadan dengan negara-negara lain di dunia.

Pada umumnya tenaga kerja Indonesia bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang tidak memiliki ketrampilan (unskill labour). Rata-rata mereka memiliki pendidikan dan ketrampilan rendah, bahasa dan kompetensinya kurang, dan beberapa hal lain seperti penempatan tenaga kerja di luar prosedur yang telah ditetapkan (TKI illegal). Sehingga upaya perlindungan hukum sering tidak bisa menjangkau hak-hak normatif mereka, dan akhirnya mereka mengalami perlakuan yang tidak manusiawi, gaji tidak dibayar, pelecehan seksual, dan sebagainya.

Permasalahan ketenagakerjaan nasional yang kompleks tersebut bila dikaji secara umum mencakup:
  1. Secara struktural jumlah pengangguran tidak seimbang dengan jumlah kesempatan kerja yang ada.
  2. Rendahnya kualitas tenaga kerja, sehingga kesempatan tenaga kerja yang ada tidak terpenuhi seluruhnya atau belum ada kesesuaian antara pendidikan dan ketrampilan angkatan kerja dengan kualitas yang diminta atau dibutuhkan oleh pasar kerja.
  3. Belum optimalnya kinerja bursa kerja pemerintah/swasta atau lembaga pendidikan.
  4. Perlindungan kerja yang belum baik.
  5. Lebih khusus pada kaum muda, kebanyakan mereka lebih memilih pekerjaan pada usia muda, namun pada usia 30 sampai 40 tahun mereka tidak mempunyai pilihan lain, dikarenakan tidak memiliki ketrampilan yang memadai.


Ditambah lagi dengan adanya pengaruh teknologi-teknologi informasi terhadap proses produksi yang juga bisa bersifat serius. Pengaruh teknologi yang besar-besaran menyebabkan timbulnya pengangguran yang besar-besaran pula. Sebagai contoh adalah komputer, dimana teknologi komputer bisa menyebabkan ribuan orang tidak lagi dibutuhkan.83 Atau contoh lain adalah kemajuan mesin-mesin produksi, yang pada akhirnya mengakibatkan tergusurnya tenaga manusia menjadi tenaga mesin

Namun diantara permasalahan mengenai tenaga kerja Indonesia ternyata masih menyisakan peluang kesempatan kerja bagi tenaga kerja, antara lain program magang ke Jepang selama 4 tahun. Penyaluran terhadap tenaga kerja ke Jepang ini dididik dan diseleksi sesuai dengan program jurusan masingmasing, yang antara lain jurusan mesin (mesin produksi dan otomotif), elektronik dan lain-lain. Program ini sangat diminati pencari kerja karena penghasilan/gajinya sangat menjanjikan yaitu di tahun pertama dengan gaji kurang lebih 800 Yen (enam juta rupiah).

Di samping itu program ini juga memberikan sumbangan yang berarti bagi pemasukan devisa daerah. Selain itu dalam rangka membangkitkan kembali perekonomian Indonesia dalam bidang ketenagakerjaan, pemerintah berupaya mengambil langkah-langkah yang bertujuan agar tenaga kerja Indonesia mampu dan dapat bersaing dengan tenaga kerja asing melalui perluasan kerja/kewirausahaan, seperti Tenaga Kerja Mandiri Terdidik, Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional, Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela, Wira Usaha Baru, Gramen Bank, Perluasan Kerja Sistem Padat Karya, Alih Tehnologi Tepat Guna, dan lain sebagainya.

Dalam mengadapi era perdagangan internasional, pintu-pintu ekonomi akan terbuka dengan lebar. Dan dengan adanya AFTA (Assosiation Free Trade Asia) 2003, dimana arus perdagangan, barang, upah pembayaran dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari negara-negara anggota, bebas keluar masuk dalam wilayah ASEAN. Serta persiapan mengahadapi APEC (Asia Pacific Economic Coorperation) 2010, yang bertujuan meningkatkan ekonomi sosial dimasing-masing negara anggota. Dimana sejak tahun 1993 perdagangan lebih terbuka.

Ditambah lagi dengan terjadinya perkembangan yang sangat dinamis dalam pola hubungan ekonomi dan perdagangan antar bangsa, serta meningkatnya peranan WTO (World Trade Organization) dalam menegakkan perdagangan multilateral, maka tingkat persaingan di pasar luar negeri akan semakin ketat.

Persaingan pada tenaga kerja berskala global akan semakin tajam, dimana Indonesia harus siap menghadapi persaingan tidak hanya dengan bangsa sendiri namun juga dengan tenaga kerja asing yang rata-rata mereka memiliki kompetensi dan produktifitas yang yang relatif lebih tinggi, baik pada taraf nasional maupun internasional. Apabila hal itu dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan posisi tawar tenaga kerja Indonesia semakin lemah, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Oleh karena itu agar perekonomian nasional kembali pulih dan berjalan secara berkelanjutan (sustainable) maka pemerintah dan pelaku-pelaku ekonomi nasional harus mempersiapkan diri dalam menyikapi dan mengantisipasi serta mensiasati berbagai perubahan yang akan terjadi akibat adanya kemajuan dan perubahan tersebut, serta selanjutnya pemerintah menyusun skenario kebijakan ekonomi agar mampu mengatasi segala persoalan ekonomi yang ditimbulkan.

Sebagai langkah awal dalam mengatasi persaingan dan sebagai wujud kepedulian terhadap tenaga kerja Indonesia, pemerintah melalui Menakertrans (Jakob Nuwa Wea) bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati adanya perubahan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu Undang-Undang lama perlu dicabut dan atau ditarik kembali serta menggantinya dengan Undang-Undang baru.

Walaupun pada mulanya sempat terjadi perlawanan keras dari Serikat Buruh terhadap pasal-pasal yang dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan hak-hak normatif kaum buruh, namun dengan adanya pertimbanganpertimbangan, akhirnya pemerintah tetap mengesahkan undang-undang ketenagakerjaan no. 13 tahun 2003.

Adapun pertimbangan-pertimbangan dari pemerintah terhadap perubahan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lama menjadi yang baru adalah sebagai berikut:
  • Bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.
  • Bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
  • Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarnya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
  • Bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan atau ditarik kembali.
  • Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan.


Akhirnya dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Presiden Republik Indonesia akhirnya pemerintah mengesahkan Undang-Undang Ketenagakerjaan tepatnya tanggal 25 Februari 2003.

Dan sejak saat itu Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lama yaitu Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 sudah tidak berlaku dan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Rujukan:

  • Carunia Mulya Firdausy, “Tantangan dan Peluang Globalisasi Bagi Perekonomian Nasional”, dalam Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia Menapak Abad 21: Kajian Ekonomi Politik, Jakarta: Millennium Publisher, Cet. Ke-1, 2000,
  • Ziuddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, Bandung: PT Mizan, Cet. Ke-7, 1996,
  • Dyatminatun, Makalah Studium General: Mengatasi Tantangan Lapangan Kerja Bagi Kaum Muda di Indonesia, Yogyakarta, 2003,
  • Buyung Jihansyah, Makalah Studium General: Posisioning Ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta: 2003.