Latar Belakang Pemikiran Muhammad Syahrur

SUDUT HUKUM | Beberapa pemikiran Syahrur yang telah dipublikasikan, mengindikasikan bahwa ia memang salah satu dari para pemikir keislaman. Meskipun latar belakang pendidikan dan bidang yang digeluti bukan bidang keislaman tetapi ilmu teknik dan mekanika tanah. Sehingga ia mendapat gelar doktor insinyur.


Suatu ide atau gagasan dan atau produk pemikiran yang muncul dari seseorang pasti tidak akan lepas dari latar belakang sosial-sejarah yang mengelilinginya. Demikian juga yang dilakukan Syahrur dalam pemikirannya yang cemerlang dan idenya yang “orisinil”.


Untuk lebih memperjelas tentang pemikiran Syahrur, akan penulis uraikan tentang pemikiran Syahrur. Secara umum gagasan-gagasan Syahrur terbagi ke dalam tiga fase:

Pertama, tahun 1970-1980. Fase ini dimulai saat ia studi Universitas al-Qaumiyyah al-Irlandiyah di Dublin, Irlandia. Sebelum ia memperoleh gelar magister dan doktornya dalam bidang Mekanika tanah. Ia merasakan bahwa kajian keislamannya tidak menghasilkan sesuatu yang bermakna terutama saat ia mengkaji masalah adz-dzikr, baik metodologi, istilah-istilah pokok maupun pemahaman tentang risalah dan kenabian.


Ia melihat bahwa kajian keislaman telah terjebak dalam tradisi taklid dan pembahasannya hanya itu-itu saja mengekor pada tradisi pemikiran klasik. Begitu juga tradisi kalam dan fiqih. Tradisi pemikiran kalam telah terjebak pada tradisi pemikiran Asy’ariyah atau Mu’tazilah sedang fiqih terjebak pada pemikiran al-fuqaha al-khamsah. Hal ini telah menjadi ideologi yang membunuh pembahasan yang bersifat ilmiah.


Latar Belakang Pemikiran Muhammad Syahrur

Kajiannya selama sepuluh tahun ini kemudian membawanya pada realitas asasiyah bahwa Islam tidak seperti yang ada dalam kajian awal yang bersifat taqlidi, karena kita tidak dapat menghadirkan produk pemikiran masa lalu kepada masa kini dengan seluruh problemnya. Karena itu, ia menegaskan perlunya umat Islam membebaskan diri dari bingkai pemikiran yang taqlidi, tidak ilmiah.


Fase Kedua, tahun 1980-1986. Pada tahun 1980 Syahrur bertemu dengan Ja’far Dak Al-Bab, seorang teman sejawat ketika mengajar di Universitas Damaskus yang lulus doktornya di Unversitas Moskow dalam ilmu bahasa (al-Lisaniyat) tahun 1973. Dari Ja’far Syahrur banyak belajar tentang ilmu linguistik. Ja’far memperkenalkannya dengan pemikiranpemikiran Al-Farabi, Abu Ali Al-Farisiy dan muridnya, Ibn Jinny, dan Abd al-Qohar al-Jurjaniy.


Dari pemikiran mereka itu, akhirnya ia memahami pelbagai permasalahan bahasa seperti pemahaman bahwa lafadz mengikuti makna, bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang tidak mengenal sinonim. Ia berusaha meninjau ulang tema-tema penelitiannya yang pernah dilakukan sebelumnya (seperti pengertian terminologis dari al-Kitab, al-Qur’an, al-Furqan, al-Dzikr, Umm al-Kitab, al-Lauh al-Mahfudz, al-Imam al-Mubin, al-Hadits dan Ahsan al-Hadits) dengan perspektif baru seperti al-Inzal Wa at-Tanzil dan al-Ja’, yang dikaji hingga selesai pada bulan Mei 1982. Sementara tahun 1984-1986 Syahrur banyak menulis tema-tema inti yang dikaji dari al-Mushaf – yakni kitab suci al-Qur’an dalam pandangan mayoritas umat muslim – bersama Ja’far Dak Albab.


Fase ketiga, tahun 1986-1990. Fase ini adalah upaya sistematisasi dari pelbagai pemikirannya, dimana Syahrur menyusun kembali dan memilah tema-tema dari hasil penelitian bersama Ja’far dalam bentuk buku yang kemudian diterbitkan pada tahun 1990.


Ketiga fase itulah yang melatarbelakangi pemikiran Syahrur, yang semuanya terdapat di dalam buku al-Kitab Wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah. Buku-buku yang diterbitkan setelah buku pertamanya, kerangka berfikirnya didasarkan atas karyanya yang pertama. Begitu juga dengan analisis yang digunakan adalah linguistik/bahasa.


Karena latar belakang pendidikannya ilmu teknik, iapun menggunakan analisis matematik ketika mengkaji tentang hukum Islam. Dalam karya monumentalnya Al-Kitab Wa Al-Qur’an, ia menggunakan analisa matematika yang ia komparasikan dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan akhirnya mencetuskan idenya tentang teori batas.

Rujukan:

Muhammad Syahrur¸ The Divine Text and Pluralism in Muslim Societies, terj. Muh. Zaki Husein, “teks ketuhanan dan pluralisme dalam masyarakat muslim”, dalam sahiron syamsudin, et. Al, Hermenetika al-Qur’an, Madzhab Yogya, Yogyakarta: Forstudia Islamika, 2003,
Muhammad Syahur, “Islam and The 1995 Beijing World Conference on Woman” dalam Charles Kurzman, Liberal Islam, New York: Oxford University Press, 1998.