Persekongkolan dalam tender

Pengertian

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dalam Pasal 1 Ayat (8) menjelaskan bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, persekongkolan termasuk dalam bentuk kegiatan yang dilarang yang diatur dalam Pasal 22, 23, dan 24.


Berdasarkan Pasal 22, 23 dan 24 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, ditentukan bentuk-bentuk persekongkolan yaitu sebagai berikut:

  1. pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (Pasal 24 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999)
  2. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (Pasal 24 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999)
  3. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. (Pasal 24 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999)


Persekongkolan dalam tender

Secara khusus, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengatur secara rinci kegiatan persekongkolan tender pada Pasal 22 dalam Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Tender. Berdasarkan Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender (2005: 8), praktek persaingan usaha tidak sehat dalam persekongkolan dapat terjadi apabila memenuhi unsur-unsur persekongkolan dalam tender yaitu:


1. Unsur Pelaku Usaha

Pelaku usaha adalah tiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi (Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999).


2. Unsur Bersekongkol

Bersekongkol adalah kerjasama dan dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu. Unsur bersekongkol antara lain dapat berupa:

  • kerjasama antara dua belah pihak atau lebih;
  • secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lain;
  • membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan;
  • menciptakan persaingan semu;
  • menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan.


3. Unsur Pihak Lain

Pihak lain adalah para pihak (vertikal maupun horizontal) yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan atau subyek hukum lainnya yeng terkait dengan tender.


4. Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.


Berdasarkan uraian tersebut, maka praktek persaingan usaha pada persekongkolan antara pelaku usaha dapat terjadi apabila memenuhi unsur-unsur yaitu: adanya pelaku usaha, bersekongkol antara pihak-pihak, dan adanya pihak lain. Penelitian ini akan mengkaji kegiatan yang dilarang berupa persekongkolan tender pengadaan alat kesehatan RSUD Brebes dalam studi putusan KPPU No. 20/KPPU-L/2007. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji pula ketentuan normatif persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dan Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Tender.


Bentuk Persekongkolan dalam Tender

Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan vertikal dan horizontal (Pedoman Pasal 22). Berikut adalah penjelasan atas ketiga bentuk persekongkolan tersebut:


a. Persekongkolan Horizontal

Persekongkolan horizontal adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender (Pedoman Pasal 22).


b. Persekongkolan Vertikal

Persekongkolan vertikal adalah persekongkolan yang terjadi di antara salah satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan atau jasa dengan panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan atau jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan. Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau atau panitia lelang atau pengguna barang dan atau jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan bekerja sama dengan salah satu atau beberapa peserta tender (Pedoman Pasal 22).


c. Gabungan dari persekongkolan Horizotal dan Vertikal

Gabungan dari persekongkolan horizontal dan vertikal adalah persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk tender ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun sesama para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup (Pedoman Pasal 22).