SUDUT HUKUM | Sebelum sampai pada usul inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan proses penyiapan suatu RUU. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 menjelaskan Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR atau Presiden. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR juga dapat berasal dari DPD.
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik, kecuali:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; atau
- pencabutan Undang-Undang atau pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik tercantum dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011. Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas.
Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD adalah Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan:
- otonomi daerah;
- hubungan pusat dan daerah;
- pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
- pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
- perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Rancangan Undang-Undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Berdasarkan Pasal 48 UU No. 12 Tahun 2011 menjelaskan
(1) Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik.
(2) Usul Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang.
(3) Alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk membahas usul Rancangan Undang-Undang.
Berdasarkan Pasal 49 UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan:
- Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.
- Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.
- Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR.
Surat Presiden memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang bersama DPR.
DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima. Untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Apabila dalam satu masa sidang DPR dan Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh DPR dan Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Terkait dengan penyusunan undang-undang yang berasal dari DPR dan DPD lebih rinci diatur dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Peraturan DPR Nomor 3 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan Rancangan Undang-Undang.