Tugas dan Wewenang Penyidik

SUDUT HUKUM | Penyidik adalah seorang polisi Negara yang diberi wewenang khusus untuk melakukan proses penyidikan didalam proses penyidikan polisi Negara mempunyai jabatan sebagai penyidik utama dan dibantu oleh seorang pegawai negeri sipil selanjutnya disebut sebagai penyidik pembantu. Penyidik/Penyidik pembantu berkewajiban untuk segera melaksanakan tindak penyidikan yang diperlukan, bilamana ia sendiri yang mengetahui atau telah menerima laporan baik itu berupa lisan atau tulisan yang datangnya langsung dari pelapor/pengadu serta dapat secara lisan dicatat oleh penyidik dan ditanda-tangani oleh pelapor/pengadu maupun penyidik sendiri.
Tugas dan Wewenang PenyidikDalam proses penyidikan berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan badan, pemasukan rumah, penyitaan untuk mempermudah penyelidikan dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia yang dijadikan salah satu landasan pokok serta menjiwai KUHAP, serta waib memperhatikan asas “Equal before the law” dan asas praduga tak bersalah sehingga hak asasi seseorang tersebut dihormati dan dijunjung tinggi harkat martabatnya.
Dalam pasal 1 butir 1 KUHAP dinyatakan :

“Bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah pejabat polisi Negara atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.

Berdasarkan pasal 1 butir 1 KUHAP diatas, lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah NO. 27 TAHUN 1983 mengenai kewenangan pejabat penyidik.
Sedangkan tentang syarat-syarat seorang penyidik dapat dilihat pada Pasal 2 PP NO. 27 TAHUN 1983 yang menetapkan syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik sebagai berikut :
  1. Polisi Negara R.I yangberpangkat sekurang-kurangnya AJUN INSPEKTUR POLISI 2 (AIBDA).
  2. Apabila di suatu sektor kepolisian tindak ada pejabat penyidik maka komandan sektor kepoloisian yang berpangkat bintara dibawah AJUN INSPEKTUR POLISI 2 (AIBDA) karma jabatannya dalah sebagai penyidik.
  3. Penyidik plisi Negara ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( KAPOLRI), wewenang penunjukan tersebut dapat dilimpahkan kepada penjabat kepolisian lain.
Disamping pejabat penyidik, dalam Pasal 10 KUHAP ditentukan pula tentang pejabat penyidik pembantu:

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta pengumpulan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Kegiatan-kegiatan yang merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang penyidik dalam rangka proses penyidikan tersangka pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dapat digolangkan menjadi 4 tahap, yaitu:

1. Penyidikan

Dalam Pasal 1 butir 4 KUHAP dirumuskan bahwa penyidik adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang karma diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakuakan penyelidikan, karena penyelidikan disini merupakan tahap persiapan atau permulan dari penyidikan, maka menurut Soesusilo Wono (1982:37) menyatakan : “ bahwa lembaga penyelidikan mempunyai fungsi sebagai penyaring, apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan ataukah tidak. Sehingga kekeliruan pada tindakan penyidikan yang sudah bersifat upaya paksa terhadap seseorang dapat dihindarkan sedini mungkin”.
Sedangkan menurut Harun M. Khusain (1991:59), inti dari tindakan penyelidikan adalah : “Mengarah pada pengungkapan bukti-bukti tentang telah dilakukannya suatu tindak pidana oleh seseorang yang dicurigai sebagai pelakunya. Oleh karma itu pada tahap ini meskipun masih termasuk dalam tahap penyelidikan, penyelidik harus mendapatkan gambaran tentang : tindak pidana apa yang terjadi, kapan dan dimana terjadinya tindak pidana itu, bagaimana pelakunya melakukan tindak pidana itu, apa akibat-akibat yang di timbulkanya, siapa yang melakukannya dan benda-benda apa yang dapat dipergunakan sebagai barang buktinya”.

2. Penindakan

Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh penyidik terhadap pelaku tindak pidana dalah sebagai berikut :
a. Pemanggilan tersangka dan saksi.
Pemanggilan tersangka dan saksi sebagai salah satu kegiatan penindakan dalam rangka penyidikan tindak pidana, dimaksudkan untuk menghadirkan tersangka atau saksi kedepan penyidik/penyidik pembantu guna diadakan pemeriksaan dalam rangka memproleh keterangan-keterangan dean petunjuk mengenai tindak pidana yang terjadi. Pada hakekatnya pemanggilan tersangka dan saksi sudah membatasi kebebasan seseorang selaras dengan asas perlindungan dan jaminan hak asasi manusia yang diatur dalam KUHAP maka pelaksanaan pemanggilan wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
b. Penangkapan
Suatu penangkapan hanya dapat dikenakan kepada seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah disangka melakukan tindak pidana. Dengan kata lain, penangkapan hanya dikenakan terhadap seseorang yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga telah melakukan tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP, dikemukakan bahwa :

“yang dimaksud bukti permulaan yang cukup, ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana”.

c. Penahanan
Untuk kepentingan penyidikan suatu tindak pidana, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik dapat melakukan penahanan (Pasal 20 ayat (I) jo Pasal 11 KUHAP). Penahanan yang dilakukan penyidik sebagaimana yang dimaksud Pasal 20 (I) KUHAP, berlaku paling lama 20 hari (Pasal 24 ayat (I) KUHAP), jangka waktu 20 hari tersebut guna kepentingan pemeriksa yang belum selesai dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama 40 hari (Pasal 24 ayat (2) KUHAP).
Pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP, ditentukan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
  1. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
  2. Tindak pidana tersebut bagaimana diuraikan satu persatu dalam Pasal 21ayat (4) huruf b KUHAP

d. Penggeledahan
KUHAP mengenal tiga bentuk penggeledahan, yakni penggeledahan rumah, penggeledahan badan dan penggeledahan pakaian, KUHAP hanya memberikan kewenangan untuk melakukan pengeledahan hanya kepada para penyelidik atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 5ayat (1) huruf b butir 1, kepada penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP.

3. Pemeriksaan

Pemriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangaka atau saksi dan atau berang bukti maupun tentang unsure-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan barang bukti didalam tindak pidana tersebut jadi jelas.
Dari definisi pemeriksa diatas, penulis hanya memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini yaitu mengenai aspek hak-hak asasi manusia dalam kaitanya dengan asas praduga takbersalah dalam melakukan pemriksaan terhadap tersangka pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Beberapa hal yang merupakan hak-hak tersangka yang harus dihargai dan dihormati, diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Diantara sekian banyak hak tersangaka tersebut beberapa diantaranya harus terlihat secara nyata dalam Berita Acara Pemeriksaan. Tersangka bahwa hak-hak tersangaka telah terpenuhi/dilaksanakan dalam pemeriksaan.
Menurut Erni Widhanti (1998 : 1) : “Menegakkan keadilan lewat lembaga peradilan selalu menyandang konsekuensi mengorbankan tersangka/terdakwa untuk menjadi objek pemeriksaan. Ada jaminan bagi tersangka/terdakwa, yaitu asas praduga tak bersalah, namun jaminan tersebut tidak cukup memadai, harus ada jaminan kedudukan tersangka/terdakwa cukup kuat tidak sekedar sebagai objek tetapi sedapat mungkin dapat menjadi subjek yang bersama aparat penegak hukum berupaya menemukan putusan yang adil”.
Diatur secara khusus hak-hak tersangka didalam KUHAP, maksudnya adalah tidak lain agar dalam proses penanganan perkara hak-hak itu dapat memberikan batas-batas yang jelas dan tegas bagi kewenangan aparat penegak hukum, agar tersangka dapat terhindar dari tindakan yang sewenang-wenang. Pemeberian jaminan dan perlindungan terhadap tersangka ditunjukan agar dalam proses pemeriksaan, pelaksanaan asas praduga tak bersalah dan penegakkan hukum itu benar-benar dapat didasarkan kepada kebenaran materil, dengan demikian diperoleh jaminan bahwa tujuan terakhir dari KUHAP yakni untuk menegakkan kebenaran dan keadilan secara kongkrit dalam suatu perkara pidana.