Teuku Umar Merengkuh Syahid di Bulan Ied

Sudut Hukum | Teuku Umar Merengkuh Syahid di Bulan Ied

Dua buah peluru emas yang dilesatkan prajurit Verenigne Oost-indische Compagne (VOC) Balanda atau Persekutuan Dagang Hindia Timur menembus dada sang panglima perang Aceh yang paling ditakuti Belanda kala itu. Seketika, Teuku Umar tersungkur. Santap sahurnya terhambur, namun langit telah bersiap merengkuh kesyahidannya.

Teuku Umar Merengkuh Syahid di Bulan Ied

Dua puluh tiga tahun sudah mereka mati-matian berusaha menduduki Aceh, namun pergolakan demi pergolakan para pejuang seakan tak ada habisnya. Namun, yang paling menyakitkan Belanda saat itu adalah pengkhianatan panglima pribumi yang mereka kira sukses mereka kendalikan, yakni Teuku Umar.


Setelah tiga tahun mempercayakan Teuku Umar untuk meredam pergolakan di berbagai wilayah Aceh, pada 18 Maret 1893, suami Cut Nyak Dien itu mengakhiri sandiwaranya. Ia berhasil melarikan pasukannya lengkap dengan 800 pucuk senjata, 23.000 butir peluru, 500 kg amunisi dan uang 18.000 dollar AS dan segera bergabung dengan perjuangan Panglima Polim.


Merasa tertipu mentah-mentah, pimpinan pemerintah Hindia Belanda di Batavia secara khusus mengirimkan, Van Heuzt dengan satu misi: tangkap Teuku Umar, hidup ataupun mati.


Tiga tahun dalam pengejaran, Umar pun lengah. Rencananya menyergap sang jenderal tepat saat bulan Ramadhan (Bulan Ied) di Meulaboh telah diketahui Van Heuzt. Seakan telah mendapat firasat, Teuku Umar dengan santainya menceletuk, “Kita akan minum kopi di Meulaboh atau saya syahid,” ucapnya kepada pasukannya sesaat sebelum berangkat ke Meulaboh.


Dengan penuh ambisi, pada 10 Februari 1899 malam, Van Heutz mencegat pasukan Umar yang sedang tidak berkekuatan penuh di perbatasan kota Meulaboh. Pertempuran sengit terjadi, pasukan Umar terdesak mundur. Mereka berniat menghentikan perang sejenak untuk menunaikan sahur. Namun, hati sang jenderal telah terbutakan amarah, ia memaksa pasukannya untuk terus melakukan pengejaran dan tak memperdulikan kesucian Ramadhan. Tak menduga pasukan Belanda terus mengejar, Umar pun tertembak. Hingga jenazahnya harus susah payah diselamatkan pembantu setianya.



Siasat penuh risiko

Siasat bersandiwara yang dilakukan Umar awalnya sempat menggemparkan tanah rencong. Bagaimana tidak, seorang bangsawan terhormat yang sejak remaja telah menyulitkan Belanda, suami bangsawan terhormat, Cut Nyak Dien dengan mudah menyerah kepada Belanda pada 30 September 1893.


Tak hanya itu, Teuku Umar pun mengiyakan ajakan Gubernur Aceh van Teijn untuk masuk ke dalam dinas militer Belanda dan menjadi Panglima Aceh bagi Belanda. Tak butuh waktu lama bagi Teuku Umar untuk mengambil hati Belanda dengan menghancurkan pos-pos daerah VI Mukim, IX Mukim sampai Sagi XXVI Ia bahkan diberikan gelar Teuku Umar Johan Pahlawan oleh Belanda.


Teuku Umar sudah memikirkan dengan matang langkah yang penuh risiko itu. Tak banyak yang menyadari pos-pos yang ia hancurkan merupakan pos pihakpihak yang sedang terpecah belah lantaran dendam turun-temurun antar-desa. Sebagian bahkan secara terang-terangan memiliki rencana menggulingkan Sultan Aceh.


Teuku Umar berharap, dengan serangan demi serangan itu Aceh tak lagi disibukkan dengan perang saudara. Kudeta terhadap sultan pun dapat dihindari. Lambat laun rakyat Aceh semakin bersatu dan focus mengusir Belanda. Sementara jika harus menyerang rekan-rekan seperjuangannya sendiri Umar sengaja datang dengan pasukan besar untuk membuat mereka mundur. Ia pun hanya menembakkan senjata ke udara.


Makam Teuku Umar
Makam Teuku Umar
Selama hampir tiga tahun Umar menjalankan siasatnya tanpa seorang pun yang tahu. Cacian, hinaan serta fitnah dari para pejuang Aceh hamper setiap hari ia terima, namun Teuku Umar tak bergeming. Bahkan amarah sang istri, Cut Nyak Dien hanya ia jawab dengan permintaan untuk mempercayai dirinya.



Ya, Teuku Umar tak membutuhkan pencitraan untuk meraih citacita mulia. Ia rela menelan fitnah bahkan keraguan dari orang-orang yang ia cintai demi kemerdekaan tanah Aceh atau syahid dalam memperjuangkannya. Sebuah sikap teramat langka saat ini.


Tahukah Anda? Perang Aceh merupakan perang terlama dalam sejarah pendudukan Belanda di nusantara. Perang ini berlangsung selama hampir 31 tahun (1873-1904). Perang ini bahkan menjadi salah satu pemicu bangkrutnya kongsi dagang Belanda terbesar saat itu, yaitu VOC pada 1799. [* Majalah Zakat Mei-Juni 2015 M.