Pengertian Wali

Sudut Hukum | Pengertian Wali


Secara etimlogi, alwilayah (wali) ialah berasal dari ungkapan wala’ asy-syay’ wa ala’ alayhi wilayatan wa wilayatan yang berarti “Menguasainya”. ada juga yang mengatakan wala’ fulanan wilayatan wa wilayatan “membantu dan menolongnya”. Sedangkan alwalayatan ditafsirkan dengan pertolongan, sedangkan al wilayat ditafsirkan kekuasaan dan kekuatan.[1] Dari makna demikian disebutkanlah bahwa wali bagi seorang wanita ialah yang mempunyai hak atau kekuasaan untuk melakukan akad pernikahannya dan ia tidak membiarkannya diganggu oleh orang lain.


Pengertian Wali

Sedangkan dalam pengertian terminologis perwalian (wilayah) ialah kekuasaan secara syariat yang dimiliki orang yang berhak untuk melakukan tasharruf (aktivitas) dalam kaitan dengan keadaan atau urusan orang lain untuk membantunya.[2] Ada pemahaman lain tentang wali perwakilan dengan definisi suatu wewenang syar’i atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna, karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai tersebut, demi kemaslahatan sendiri.[3] Semua pengertian ini mengacu kepada kodrat kemanusiaan di mana perempuan sangat membutuhkan kehadiran wali.


Wali jama’nya ialah al-awliya ialah kekasih, kawan, penolong, jiwa, teman, teman setia, pengikut, semenda, dan tiap orang yang menguasai perkara seseorang dikatakan Allah adalah walimu artinya Allah telah memelihara dan menjagamu. Sedangkan Muhammad Amin ibn Abidin menafsirkan lafaz wali yang berarti selain musuh.[4]


Dengan uraian definisi wali di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa wali nikah secara umum adalah orang yang berhak menikahkan anak perempuan dengan pilihannya.[5] Sementara yang disebut wali nasab adalah anggota keluarga laki-laki dari calon mempelai perempuan yang mempunyai hubungan darah patrilinial dengan calon mempelai perempuan. Wali nasab, ayah, kakek, saudara, laki-laki, paman dst.[6]


Menurut syara’ pengertian wali dijelaskan sebagai berikut :


1. Abd Ar-Rahman Al-jaziri

Wali dalam nikah adalah yang dapat menghentikan atas sahnya nikah, maka tidak sah tanpanya.


2. Abu Zahrah

Kewalian itu adalah akad yang dilaksanakan, yaitu wali adalah suatu ketentuan hukum syara’ yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. Di dalam kitab al-Mu’jam al-Wasit disebutkan bahwa arti dari wali adalah: “Setiap orang yang menguasai atau mengurus suatu perkara atau orang yang melaksanakannya”.[7]



[1] Huzaenah Tahido Yanggo, Fiqih Anak Metode Islam Dalam Mengasuh Dan Mendidik Anak Serta Hukum- Hukum Yang Berkaitan Dengan Aktifitas Anak, (Jakarta Selatan: PT Almawardi Prima, 2004), h. 306-307.

[2] Ibid.

[3] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera Hati, cet IV,.2000), h. 345.

[4] Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-lugah (Beirut : Dar al-Masyriq, tt.), h. 919.

[5] Kamus Hukum, (Bandung, Citra Umbara, CET VI, 2011), H 521.

[6] Ibid., 513.

[7] Abdul Halim Mustasar Ibrahim Unes, Al-Mu’jam al-Wasit, (Mesir:Dar al-Ma’arif,1973), h. 1020.