Biografi Ahli Tafsir, Zamakhsyari

Sudut Hukum | Biografi Ahli Tafsir, Zamakhsyari

Nama lengkap imam al Zamakhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud Ibnu Umar ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Umar al -Khuwarizmi al Zamakhsyari. ia lahir pada hari Rabu 27 Rajab 467 H tepatnya pada tahun 1074 M di Zamakhsyar, Suatu desa yang bertempat di daerah Khuwarzmi, sekarang terletak di negara Turkestan, Rusia. Al-Zamakhsyari hidup ditengah-tengah lingkungan yang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu.
Tidak banyak yang dikethui tentang latar belakang keluarga al-Zamakhsyari. Yang jelas bahwa keluarganya adalah keluarga yang taat terhadap ilmu juga taat dalam beribadah. Ayahnya adalah seorang imam di desa Zamakhsyar. Meskipun ayahnya tergolong orang yang miskin alias hidupnya pas-pas’an, ia adalah seorang yang alim, memiliki sifat yang warak, dan zuhud. Sedangkan nama ibu dan silsilahnya tidak disebutkan al-Zamakhsyari. Walaupun begitu al Zamakhsyari menggambarkan bahwa ibunya adalah sorang yang memiliki watak kepribadian yang sangat lembut.
Selama hidupnya, al Zamakhsyari hidup membujang. Banyak komentar para ilmuan mengenai keadaan ini. jika dipahami dari bait syair di unagkapkannya sendiri, kata Abdul majid Dayyad, pentahkiq kitab RAbi’ al Abrar, akan ditemukan kehidupan membujangnya karena pandangannya bahwa orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak memiliki anak dan tidak mendirikan Rumah.
pernyataan ini menurut al Dayyad adalah basa basi belaka. Sebenarnya masih banyak lagi yang tidak terungkap yang menyebabkan beliau hidup dalam keada’an demikian. Diantaranya menurut al Dayyad adalah kefakirannya, ketidak stabilan hidupnya, karena keadaan materi yang demikian, serta penyakit jasmani yang dimilikinya. Cacat kakinya adalah salah satu sebab yang menjadikan ia lemah dan tidak sanggup dalam menaggung perkawinan dan tanggungjawab keluarga. Ini juga yang menjadi penyebab menjauhnya wanita dari al Zamakhsyari. Mungkin sebab lainnya ialah ksibukannya dalam menuntut ilmu dan kecintaannya terhadap ilmu dan karya-karya yang ditulisnya menjadikan dirinya menjauh dalam persoallan perkawinan.
Sejak kecil, sudah tertanam dalam diri al Zamakhsyari rasa cinta terhadap bangsa arab dan bahsa arab dan ilmu pengetahuan. bahkan dalam usia remaja ia sudah bercita-cita dan berkeinginan untuk menempati kedudukan yang dapat menunjang ilmu dan kepintarannya. ia ingin mendapatkan harta yang memadai bagi kehidupannnya . Hal ini didukung oleh kondisi yang mengitari kehidupannya. Untuk itu ia selalu menjadi motivasinya.

Guru-Guru dan Murid beliau

Kecintaan al Zamakhsari terhadap ilmu pengetahuan diwujudkan dalam mencari dan menuntut ilmu dari berbagai guru dan syeikh. Ia tidak hanya berguru secara langsung kepada para ulama yang hidup yang semasa dengan beliau, tetapi juga menimba ilmu dengan cara menelaah dan membaca berbagai buku yang ditulis oleh para syeikh seperti :
  1. Abu Mudhar Mahmud ibnu Jarir al-Dhabi al-Ashbahani ( W. 507 H ).
  2. Abu bakar Abdullah ibnu Thalhah al-Yaribi al Andalusi. ( W. 518 H).
  3. Abu Mansur Nashr al-Haritsi.
  4. Abu said al saqani.
  5. Abu al khattab abnu Abu al-batr.
  6. Abu ali al-Hasan al Muzhfir al-Naisaburi al-Dharir al-Lughawi ( W. 473 H ).
  7. Qhadi al-Qudah Abi Abdillah Muhammad ibnu Ali al-Damighani ( W. 478).
  8. dan al-Syarif ibnu al-Syajari

Ilmu pengetahuan yang ia dapat dari para gurunya diberikan kepada murid-muridnya yunyang sangat banyak jumlahya. Kadang syekh yang menjadi guru tempat ia menimba ilmu menjadi murid pula baginya. Dalam keadaan seperti ini, ia saling menerima dan memberikan ilmu. Hal ini terjadi antara al-Zamakhsyari dengan beberapa ulama, misalnya dengan al-Syayid Abu al-Hasan Ali ibnu isa ibnu Hamzah al Hasan, salah seorang tokoh terkemuka di Mekkah. Diantara murid-muridnya yang lain ialah:
  1. Abu al-Mahasin Abdurrahim ibnu Abdullah al-Bazzaz di Abyurad.
  2. Abu Umar Amir ibnu al Hasan al-Sahhar di Zamakhsyar.
  3. Abu Sa’id Ahmad ibnu Muhammad al-Sadzili di Samarqan.
  4. Abu Tahir Saman ibnu Abdul malik al-Faqih al -Quwarizmi.
  5. Muhammad ibnu al-Qasim.
  6. Abu al-Hasan Ali bin Muhammad ibnu Ali ibnu Muhammad ibnu Ahmad al Quwarizmi.

Karya-karya beliau

Zamakhsyari adalah salah seorang imam dalam bidang ilmu bahasa, ma’anai dan bayan. Dia juga merupakan ulama yang sangat pintar bahkan bisa dibilang seorang jenius dan sangat pakar dalam bidang ilmu nahwu, bahasa, sastra dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa arab diakui dan dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan kecermatannya.
suduthukum.com/Bagi orang yang membaca kitab-kitab ilmu nahwu dan balaghah tentu sering menemukan keterangan-keterangan yang di kutip dari Zamakhsyari sebagai hujjah. Misalnya mereka mengatakan “Zamakhsyari telah berkata dalam kitab al-Kasyaf atau dalam Asasul Balaghah” Ia adalah orang yang mempunyai pendapat dan hujjah sendiri dalam banyak masalah bahasa arab, bukan tipe orang yang suka mengikuti langkah orang lain yang hanya menghimpun atau mengutip saja, tetapi dia mempunyai pendapat original yang jejaknya di tiru dan diikuti oleh banyak orang. Dia menpunyai banyak karya dalam bidang hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma’ani dan lain sebagainya. Diantara karangannya adalah :
  • Al-Khasysyaf, tentang Tafsir Al-Qur’an
  • Al-Fa’iq, tentang Tafsir Hadits
  • Al-Minhaj, tentang Ushul
  • Al-Mufassal, tentang Nahwu
  • Asasul Balaghah, tentang Bahasa
  • Ru’usul Masailil Fiqhiyah, tentang Fiqh
  • Al-Asma’ fi al-Lughah
  • Al-Ajnas
  • Athwaq al-Dzahab.
  • Al-jibal wa al-kinah wa al-Miyah.
  • khasaish al-asyarah al-kiram al-Bararah.
  • al-Dur al munttakhab fi kinayahwa al-Istiararah wa Tasbihat al-Arab.

Dari kitab kitab yang disusun beliau, beliau adalah seseorang yang mempunyai wawasan yang sangat luas dalam berbagai bidang ilmu, yang tidak hanya mengenai ilmu agama tetapi juga terhadap ilmu bahasa. kemampuan dan kedalamannya terhadap ilmu dibidang inilahyang membutnya lebih terkenal dikalangan para ulama dimasa masa sesudahnya, terutama ketika ia menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan kaidah-kaidah dan balaghah.
Kitab al-khasysyaf karya az-Zamakhsyari adalah sebuah kitab tafsir paling masyhur diantara sekian banyak tafsir yang disusun oleh mufassir bir-ra’-yi yang mahir dalam bidang bahasa. Al-alusi, Abus Su’ud, an-Nasafi dan para mufassir lain banyak mengutib dari kitab tersebut, tetapi tanpa menyebut sumbernya. bahkan mahasiswa jurusan tafsir banyak mengambil dari kitb tafsirnya untuk dijadikan bahan dlam mata kuliahnya, dan sangat baik dalam mempelajari kitab beliaiu.