Tujuan Perkawinan Menurut Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI

Sudut Hukum | Tujuan Perkawinan Menurut Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI

Perkawinan dianjurkan dan diatur dalam islam karena ia memiliki tujuan yang mulia. Secara umum, Perkawinan antara pria dan wanita dimaksudkan sebagai upaya memelihara kehormatan diri (hifzh al ‘irdh) agar mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang, memelihara kelangsungan kehidupan manusia/keturunan (hifzh an nasl) yang sehat mendirikan kehidupan rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami dan isteri serta saling membantu antara keduanya untuk kemashlahatan bersama.[1]

Menurut Imam al Ghazali, tujuan perkawinan antara lain :
    suduthukum.com/

  1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
  2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
  3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
  4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung-jawab menjalankan kewajiban dan menerima hak, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang kekal.
  5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.[2]

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.



[1] Hussein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender), Yogyakarta : LKiS, 2007, hlm. 101

[2] Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazaly, Ihya’ Ulumuddin, Beirut : Dar al Fikr, tt, hlm. 27-36