Sudut Hukum | Cerai gugat adalah pemecahan perkawinan atau perceraian yang diajukan oleh pihak istri. Dalam Pasal 73 ayat 1 telah menetapkan secara permanen bahwa dalam perkara cerai gugat, yang bertindak sebagai penggugat adalah istri. Pada pihak lain, suami ditempatkan sebagai tergugat. Dengan demikian masing-masing mempunyai jalur tertentu dalam upaya menuntut perceraian. Jalur suami melalui upaya cerai talak dan jalur istri melalui cerai gugat.
Gugatan perceraian dapat dilakukan oleh seorang istri yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam.

Kalau upaya cerai gugat dihubungkan dengan tata tertib beracara yang diatur dalam hukum acara, cerai gugat benarbenar murni bersifat contentinosa. Ada sengketa yakni sengketa perkawinan yang menyangkut perceraian. Terlepas dari penegasan yang menyatakan cerai gugat bersifat contentinosa dan bersifat contradiktoir, namun dalam cerai gugat yang berbentuk khuluk, penyelesain hukumnya akan diakhiri dengan tata cara cerai talak. Seolah-olah kedua bentuk upaya perceraian bertemu. Prosesnya mula-mula mengikuti tata cara cerai gugat, tetapi penyelesaianya diakhiri dengan tata cara cerai talak.
Perkara yang mengandung sengketa antara suami sebagai tergugat dengan istri sebagai penggugat, maka ketentuan yang diperbolehkan hukum acara dalam perkara secara partai, berlaku sepenuhnya dalam formulasi gugatan perceraian.
Dalam perkara cerai gugat maka gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraianataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.