Prinsip-prinsip Politik Islam

Pengertian Pemerintahan Islam

Menurut makna, kata Al Hukmu bermakna Al Qadha (keputusan). Sedangkan kata Al Hukum bermakna munaaafidhul hukmi (pelaksana keputusan atau pemerintahan). Adapun menurut istilah, kata Al Hukmu maknanya adalah sama dengan Al mulku dan As sulthan yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktiiiifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh Syara’ atas kaum muslimin.

Berangkat dari uraian di atas sudah jelas bahwa fokus daari pemerintahan adalah kekuasaan. Di mana kekuasaan digunakan seebagai alat untuk mengatur sebuah roda pemerintahan dalam suatu negara. Sehingga pembicaraan tentang pemerintahan tidak luput dari politik dan negara, karena untuk mencapai kekuasaan itu harus melalui proses politik. Dalam Islam antara agama dan politik itu terdapat sebuah perbedaan pendapat dalam memahami sumbernya, yaitu al-Qur’an dan as- Sunnah. Lepas dari pro dan kontra antara yang sepakat dan tidak, yang jelas Islam tidak bisa lepas dari sebuah tatanan kehidupan bernegara.
Prinsip-prinsip Politik Islam

Dari perbedaan itulah lahirlah teori yang berbeda-beda tentang bentuk pemerintahan Islam, seperti halnya teorinya Muhammad Husein Haikal yang berpandangan bahwa pemerintahan Islam boleh berbentuk apa saja. Apakah pemerintahan itu berbentuk otoriter, kerajaan, atau republik, yang terpenting pemerintahan itu harus mencakup semua aspek baik aspek ekonomi, pertahanan, maupun aspek yang mendukung pemerintahan.

Negara Islam adalah suatu negara yang dijanjikan Tuhan untuk umat Islam, yang sifat-sifatnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kedaulatan negara harus dipegang oleh rakyat yang percaya kepada Tuhan sebagai pemilih khalifah, kepala negara.
2. Keagamaan harus dipegang teguh dalam negara, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat.
3. Segala perasaan takut dan khawatir harus dibasmi habis, diganti dengan rasa aman yang sejati.
4. Kemerdekaan beragama untuk menyembah Tuhan berlaku dengan seluas-luasnya. Tidak terjadi paksaan, tekanan, atau bujukan apapun yang menghilangkan perasaan bebas dan sukarela.
Dalam kitab tafsir al-Manar ditegaskan bahwa surat an-Nisa ayat 58-59 adalah asas sendi bagi pemerintahan negara Islam. Setiap orang yang membaca dari ayat tersebut tidak akan sulit untuk mengambil dasardasar penting bagi politik kenegaraan. Tiga dasar politik yang terpenting dari ayat tersebut yaitu :
1. Penyelenggara negara adalah pemangku amanat luhur dan suci rakyat, yang harus mereka tunaikan sebaik-baiknya bagi rakyat yang menjadi ahlinya.
2. Pemegang badan-badan kehakiman mendapat tugas untuk melaksanakan keadilan dalam menjatuhkan hukum diantara manusia.
3. Seluruh rakyat harus memilih wakil-wakil yang akan menjadi ulil amri dan wajib mentaati segala undang-undang dan peraturannya setelah hukum Tuhan dan rasul-Nya.
Ayat tersebut di atas juga mengandung dasar-dasar negara Islam, yaitu :
1. Amanat yang bertanggung jawab, kejujuran dan keikhlasan. Dasar ini lebih mendalam daripada kemanusiaan yang beradab dan kebangsaan yang luhur, seperti yang dipakai oleh negara-negara sekarang.
2. Keadilan yang luas untuk seluruh manusia termasuk keadilan sosial.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang tertulis dalam perintah “taatlah kepada Tuhan dan Rasul-Nya”.
4. Kedaulatan rakyat yang dicantumkan dalam perintah ulil amri.
Dalam setiap pemerintahan Islam harus mendasarkan pada prinsip-prinsip politik dan perundang-undangan pada kitab al Qur’an dan as Sunnah yang kedua-duanya menjadi sumber pokok dari perundangundangan yaitu pokok pegangan dalam segala aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan setiap muslim. Karena itu setiap bentuk peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh pemerintah mengikat setiap muslim untuk mentaatinya.
Sebagaimana yang disarikan oleh Muhammad S. El. Wa dalam bukunya “On The Political System of Islamic State” bahwa politik Islam pada hakekatnya terdiri atas “Musyawarah (syura), Keadilan, Kebebasan, Persamaan kewajiban untuk taat dan batas wewenang dan hak penguasa”.

1. Prinsip Musyawarah

Dalam hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat penting, artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam haruslah berdasarkan atas kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai dengan ayat al Qur’an dalam surat al Imran ayat 159.
Artinya : “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada Allah” (Q.S. al Imran : 159).
Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat prinsip antara lain dalam sistem politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala masalah dan situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung arti bahwa setiap pemimpin pemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus selalu bermusyawarah dengan pengikut atau dengan umatnya, sebab musyawarah merupakan media pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok orang-orang yang mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan musyawarah itu pula semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan, dengan demikian hasil musyawarah itupun akan diikuti mereka, karena merasa ikut menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah itu terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah dijelaskan dalam wahyu-Nya.

2. Prinsip Keadilan

Kata ini sering digunakan dalam al Qur’an dan telah dimanfaatkan secara terus menerus untuk membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak sekali ayat al Qur’an memerintahkan berbuat adil dalam segala aspek kehidupan manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. an Nahl : 90).
Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil, sebaliknya melarang mengancam dengan sanksi hukum bagi orangorang yang berbuat sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan dalam sistem pemerintahan Islam harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai dasar atau nilai-nilai sosial masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim, mempunyai tingkatan yang amat tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dijadikan keadilan sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu konsekuensi bahwa para penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan juga berlaku adil terhadap suatu perkara yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan beberapa hak warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan pemerintahannya dan bagi warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh keadilannya, hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.

3. Prinsip Kebebasan

Adalah merupakan nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di sini bukan kebebasan bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warga negara, tetapi kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif, yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang lebih baik, maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini pernah diberikan oleh Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk atau tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga bersamasama sebagaimana kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk dari-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Q.S. Toha : 123).
Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai akibat yang berbeda, barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan.

4. Prinsip Persamaan

Prinsip ini berarti bahwa “setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, juga mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo)”.
Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada rakyat yang diperintah secara sewenang-wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak rakyatnya karena ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah untuk membuat jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling kenal mengenal dan tukar pengalaman, bahkan yang membedakan diantara mereka hanyalah karena taqwanya.
5. Prinsip Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya.
Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung merusak atau menuruti kehendak sendiri maka umat berhak memperingatkannya agar tidak meneruskan perbuatannya itu, sebab pemimpin tersebut berarti telah meninggalkan kewajibannya untuk menegakkan kebenarannya dan menjauhi perbuatan yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan, maka umat berhak mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena penguasa di dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah, maka tindakan penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat Allah, menindas rakyat, melanggar perintah al Qur’an dan as Sunnah, maka pemimpin tersebut berhak diturunkan dari jabatannya.
Demikian diantara prinsip-prinsip politik Islam yang ada tanpa menutup kemungkinan adanya prinsip-prinsip yang lain. (*Ahmad Dzakirin)