KEJAHATAN CYBER CRIME DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT

SUDUT HUKUM | KEJAHATAN CYBER CRIME DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT
KEJAHATAN CYBER CRIME DI TENGAH PERUBAHAN MASYARAKAT


oleh ;Rian Irawan

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi saat ini sudah bersifat global, terutama dengan berkembangnya internet. globalisasi yang timbul sudah dari berbagai aspek kehidupan, baik dibidang sosial, iptek, kebudayaan, ekonomi dan nilai budaya-budaya lain. Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan,kenyamanan dan kecepatan.
Dengan kecepatan internet kita dipermudah untuk melakukan kegiatan dari dalam berbagai hal contoh kecil kita bisa bertransaksi pemesanan tiket pesawat, kereta api,dll. Pemanfaatan teknologi informasi internet juga tidak dapat dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat positif yang ada.
Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvesional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui media internet beberapa tindak pidana tersebut dapat dilakukan secara online oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap sangat kecil dengan akibat kerugian yang lebih besar untuk masyarakat maupun negara.
Masalah-masalah kejahatan yang terjadi pada teknologi internet
1. banyaknya situs porno
2. serangan hacker terhadap situs pemerintah
3. penipuan terhadap jual-beli online
4. pembobolan rekening ATM
5. penyebaran photo palsu yang sudah dimanipulasi
6. penyebaran sms yang meresahkan
7. pencurian pulsa melalui telpon seluler
selain dikategorikan perbuatan melawan hukum dengan kerugian materil tetapi juga moril yang besar, kasus cyber crime tersebut semakin menurunkan tingkat kepercayaan terhadap perlindungan pemerintah kepada masyarakat.
Cyber crime kejahatan dunia maya
Cyber crime merupakan suatu kejahatan yang baru di dunia maya dan kejahatan komputer. Secara umum cyber Crime adalah upaya memasuki jaringan komputer tanpa izin dengan tidak merusak fasilitas komputer itu sendiri, atau dapat diartikan penggunaan komputer secara illegal.
Cyber Crime ini adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal
dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital3.
Cyber crime sendiri bisa di bagi beberapa kelompok diantaranya;
1. Unauthorized access to Computer System, dimana kejahatan dengan cara
memasuki suatu jaringan komputer atau menyusup tanpa izin dari pemilik
jaringan yang dimasukinya.
2. Ilegal content, adalah memasukan data atau informasi ke internet mengenai
sesuatu yang tidak benar, tidak etis, dan dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum.
3. Data Forgery, adalah memasukan data atau dokumen penting yang tersimpan
sebagai scriptless document
4. Cyber espionage, adalah memanfaatkan jaringan internet untuk memata-matai
pihak lain, dengan mamasuki jaringan komputer pihak sasaran.
5. Cyber Sabotage, adalah membuat gangguan kerusakan atau kehancuran suatu data program komputer atau jaringan komputer.
6. Offense against Intelectual property, adalah meniru suatu webpage secara
illegal, atau menyiarkan suatu informasi yang merupakan rahasia kepada
orang lain.
7. Infringement of Privacy, kejahatan ini ditujukan untuk seseorang yang sangat
rahasia atau pribadi, yang apabila diketahui orang lain akan merugikan
korban tersebut secara materill dan immateriil.
Pada dasarnya Cyber Crime merupakan segala tindak pidana yang berhubungan dengan informasi, sistem informasi, komunikasi, yang merupakan sarana penyampaian informasi kepada pihak lain. Permasalahan yang mendasar adalah:
bahwa kebutuhan perundangan undangan yang baru yang berkaitan dengan perkembangan teknologi infomasi sudah tidak dapat ditunda lagi, sehingga perlu dilakukan perubahan perundang-undangan atau perubahan pada ketentuan hukum pidana Indonesia sebagai akibat perkembangan teknologi.
B. `PEMABAHASAN
B.1 ANALISA FAKTA
Sebagaimana pada pembahasan permasalahan bahwa Cyber Crime adalah merupakan segala tindak pidana yang berhubungan dengan informasi, sistem informasi, komunikasi, yang merupakan sarana penyampaian informasi kepada pihak lain sehingga kebutuhan perundangan undangan yang baru yang berkaitan dengan perkembangan teknologi infomasi sudah tidak dapat ditunda lagi, sehingga perlu dilakukan perubahan perundang-undangan atau perubahan pada ketentuan hukum pidana indonesia sebagai akibat perkembangan teknologi.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuain materi hukum
sebagai konsekswensi terhadap perubahan undang –undang:
1. Ius Constitutum (Hukum yang berlaku)
‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ merupakan Undang-
Undang yang dipakai sebagai dasar hukum bagi lalu lintas Informasi dan Teknologi yang berlaku di Indonesia. Sekalipun sudah cukup mengakomodir perkembangan teknologi di Indonesia, namun tetap perlu banyak revisi untuk mendapatkan suatu Undang-Undang yang mampu mengakomodir kebutuhan hukum di masyarakat dalam bidang informasi dan teknologi.
2. Perubahan Masyarakat.
Beberapa bidang kehidupan manusia yang mengalami perubahan diantaranya, perubahan nilai, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan antara lain:
a. Pemikiran manusia, akal budi yang dianugrahkan tuhan akan selalu berkembang dari waktu kewaktu, sehingga mengakibatkan manusia menggunakan akal dan pikiran nya pada setiap bidang aspek kehidupan.
b. Kebutuhan manusia selalu menginginkan kebutuhan terpenuhi namun manusia tidak pernah terpuaskan sehingga dengan berbagi usaha manusia akan berupaya mewujudkan kebutuhannya.
c. Teknologi, semakin maju kehidupan manusia semakin meningkat pula pada kemapuan manusia melahirkan teknologi baru.
d. Cara hidup manusia, perkembangan zaman sangat berdampak pada berbagai perubahan dalam kehidupan manusia, termasuk cara hidup.
e. Komunikasi dan transportasi, mengakibatkan mudahnya interaksi antara satu tempat ke tempat lain Negara kenegara lain tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu semua nya terbangun dalam satu jaringan global.
3. Ius Costitu Endum (Hukum yang harus DItetapkan).
Guna menindaklanjuti tuntuan globalisai dan kemajuan teknologi yang memaksa segala kegiatan manusia berlangsung dengan cepat, transparan dan tanpa dibatasi oleh wilayah, maka sangat diperlukan pembaharuan hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana. Dalam konteks Indonesia pembaharuan hukum Pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, oleh karena pada hakikatnya hukum pidana merupakan bagian dari suatu kebijakan.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai upaya penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan pidana mengenai kejahatan dunia maya, Yaitu:
1. Dengan semakin maraknya, Cyber Crime maka akan ada alat bukti baru yang mempunyai sifat berbasis teknologi, seperti berupa surat electronic dan rekaman electronic.
2. Kemudian salah satu ciri Cyber Crime adalah memanfaatkan jaringan telematika, media, dan global. Aspek global ini mengakibatkan seakan – akan dunia tanpa batas, sehingga pelaku korban serta tempat dilakukannya tindak pidana terjadi di Negara yang berbeda, oleh karena itu, daya berlaku suatu Undang-Undang yang berkaitan dengan informasi dan teknologi harus diperluas.
Pengaturan Tentang Cyber Crime Dalam Sistem Hukum di Indonesia
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negative penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini,Indonesia sudah memiliki ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ yang telah dengan cukup baik melindungi masyarakat Indonesia.
Melalui media internet beberapa jenis permasalahan tindak pidana yang pada
umumnya terjadi adalah:
1. Maraknya situs-situs porno,
2. Serangan hacker terhadap situs pemerintah.
3. Serangan virus terhadap prorgam komputer,
4. Penipuan dari jual-beli online,
5. Perjudian via online,
6. Pembobolan rekening nasabah melalui ATM,
7. Penyebaran foto palsu seseorang yang telah dimanipulasi secara grafis,
8. Penyebaran sms yang meresahkan,
9. Pencurian pulsa melalui telepon seluler.
Kesembilan masalah ini telah dengan cukup baik, ditangani oleh UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK yang dapat ditemukan dalam pasal-pasal berikut ini:
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/ atau Sistem elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk
perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan
strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral,
perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan
pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
Akan tetapi masih ada sejumlah masalah terkait dengan pelaksanaan Undang- Undang ini seperti kurangnya jumlah aparat yang mengerti dengan baik permasalahan IT, kemudian tak lupa pula permasalahan yuridiksi, semisal apabila kejahatan itu dilakukan di luar negeri, namun menimpa Warga Negara Indonesia. ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ belum secara tegas mengatur mengenai hal tersebut.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
a. Terdapat beragam pemahaman mengenai Cyber Crime. Namun bila dilihat dari
asal katanya, Cyber Crime terdiri dari dua kata, yakni “cyber” dan “Crime”. Kata
“cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada Tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.
b. Karakteristik Cyber Crime adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
B. Saran
Dari berbagai upaya yang dilakukan, telah jelas bahwa Cyber Crime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan Cyber Crime adalah:
1. Melakukan modernisasi Undang-Undang ITE beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatantersebut
2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan Cyber Crime
4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah Cyber Crime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi

5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan CyberCrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties