Dasar Hukum dan Hukum Zikir setelah shalat fardhu

SUDUT HUKUM | Zikir datangnya dari Alquran dan sunnah yang shahih. Oleh karena itu, tidak dinamakan ibadah jika datang dari siapa pun zikir yang tiada nash-nya. Zikir ini tidak boleh ditambah atau dikurangi jika ditentukan dengan syarat tertentu walaupun hukumnya sunat.

sudut hukum

Dari Kaab bin ‘Ujrah, Nabi saw bersabda: “Beberapa kalimat yang diucapkan sesudah shalat wajib, tidak akan rugi/kecewa orang yang mengucapkan atau mengerjakannya, yaitu: 33 Kali tasbih (subhanallah), 33 kali tahmid (alhamdulillah), dan 34 kali takbir (Allahu Akbar).” (HR. Muslim dan lain-lain).
Dari Abi Hurairah ra, Nabi saw bersabda: “Barangsiapa bertasbih/menyucikan Allah (subhanallah) setelah shalat (fardhu) 33 kali, dan bertahmid/memuji Allah (alhamdulillah) 33 kali, dan bertakbir/membesarkan Allah (Allahu Akbar) 33 kali, maka jumlahnya menjadi 99 kali. Kemudian mengucapkan 1 kali (Laailaha illallah wahdahu laasyarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa a’laa kulli syai’in qadir), niscaya diampuni kesalahan-kesalahannya meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim dan lain-lain).
Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “Mereka (para sahabat) diperintah (oleh Nabi saw) bertasbih (subhanallah) di belakang setiap shalat (fardhu) 33 kali, bertahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan bertakbir (Allahu Akbar) 34 kali. Kemudian seorang lelaki dari (kaum) Anshar bermimpi didatangi (seseorang) lalu dikatakan kepadanya: Bukankah Rasulullah saw telah memerintahkan kamu untuk bertasbih di belakang setiap shalat 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali? Jawab lelaki Anshar tadi: Betul! Orang itu berkata lagi: “Jadikanlah dia 25 kali dan jadikanlah juga padanya tahlil (Laailaha illallah atau Laailaha illallah wahdahu laasyarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa a’laa kulli syai’in qadir) 25 kali.”Apabila aku bangun pagi, lelaki Anshar itu datang kepada Nabi saw dan menerangkan mimpinya itu. Maka Nabi saw bersabda: Jadikanlah dia seperti itu.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain).
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata: “Sejumlah orang miskin datang kepada Nabi saw, seraya mereka berkata: Orang-orang yang banyak harta/kaya telah memperoleh darajat yang tinggi dan kenikmatan yang tetap, mereka shalat seperti kami shalat dan mereka puasa seperti kami puasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta yang dengannya mereka dapat berhaji, umrah, berjihad, dan bersedekah. Nabi saw bersabda: Maukah, aku ceritakan sesuatu yang jika kamu mengamalkannya kamu dapat mengejar orang-orang yang mendahului kamu itu, dan tidak ada sesudah itu orang yang dapat mengamalkan seperti itu? Kemudian Nabi menjawab sendiri dengan sabdanya: Hendaklah kamu bertasbih, bertahmid dan bertakbir di belakang setiap shalat (fardu) masing-masing 33 kali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Amr, Nabi saw bersabda: “Dua macam yang tidak memelihara akan keduanya seorang hamba Muslim melainkan dia akan masuk syurga (siapa yang memeliharanya akan masuk syurga). Ketahuilah! Keduanya itu mudah, akan tetapi sedikit orang yang mengamalkannya, yaitu mensucikan Allah (bertasbih subhanallah) di belakang setiap shalat maktubah/wajib 10 kali, memuji-Nya (bertahmid – alhamdulillah) 10 kali, dan membesarkan-Nya (bertakbir – Allahu Akbar) 10 kali, maka yang demikian itu menjadi 150 kali pada ucapan (30 x 5 shalat fardu = 150) dan 1.500 kali pada timbangan. Kemudian bertakbir (Allahu Akbar) 34 kali ketika hendak tidur dan bertahmid (alhamdulillah) 33 kali dan bertasbih (subhanallah) 33 kali, maka yang demikian itu menjadi 100 kali pada ucapan (34 + 33 + 33 = 100) dan 1.000 pada timbangan. Maka, siapakah di antara kamu yang mengerjakan dalam sehari semalam 2.500 kesalahan? Mereka (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah, mengapa kedua itu mudah tetapi sedikit orang yang mengamalkannya? Nabi saw menjawab: Karana syaitan datang kepada seseorang kamu apabila dia telah selesai shalatnya lalu syaitan mengingatkannya akan keperluan ini dan itu, sehingga terus dia bangun dan tidak mengucapkannya. Kemudian syaitan datang kepadanya apabila dia hendak tidur lalu syaitan menidurkannya sebelum dia mengucapkannya. Berkatalah Abdullah bin Amr: Aku melihat Rasulullah saw menghitung tasbih dengan tangan kanannya.” (HR. Abu Daud, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban-Sahih).
Dari Tsauban, dia berkata: “Biasanya apabila Rasulullah saw telah selesai menunaikan shalat, beliau mengucapkan: astaghfirullah 3 kali, kemudian mengucapkan: Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikram.” (HR. Muslim, Ahmad dan lain-lain).
Dari ‘Uqbah bin Amir, dia berkata: “Rasulullah saw telah memerintahkanku supaya aku membaca Al-Muawidzat (1. Qulhuwallahu Ahad; 2. Qul a’udzu bi rabbil falaq; 3. Qul a’udzu bi rabbinnaas) di belakang setiap shalat (fardu/wajib).” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i dan lain-lain).
Dari Abi Umamah, Nabi saw bersabda: “Barangsiapa membaca ayat kursi di belakang setiap shalat maktubah/fardu/wajib, niscaya tidak ada yang menghalanginya dari masuk syurga kecuali kalau dia tidak mati.” (HR. An-Nasa’i dan lain-lain).
Apakah zikir-zikir itu dibaca dengan suara keras? Zikir setelah shalat fardhu itu dibaca dengan bersuara, sesuai kebiasaan Rasulullah saw. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata: “Sesungguhnya mengeraskan suara zikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah saw. Ibnu Abbas menambahkan: `Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan suara itu, apabila aku mendengarnya.” (HR. Bukhari).
Hadis-hadis di atas merupakan dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara zikir sesudah shalat. Ibnu Huzaimah memasukkan hadits di atas dalam kitab Shahih-nya. Ibnu Daqiq al-‘Id, juga menyatakan hal yang sama: “Dalam hadis ini, terdapat dalil bolehnya mengeraskan zikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk dalam kategori zikir.” (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam).
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, bahwa hadis ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan zikir sesudah shalat wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunatkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri. Sedangkan Imam al-Syafi’i ra, memaknai hadis di atas dengan mengatakan, bahwa Nabi saw mengeraskan (zikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat zikir, bukan mengeraskan terus menerus. Imam Syafi’i berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir kepada Allah Swt sesudah shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar darinya, maka dia mengeraskan zikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar darinya. Beliau memaknai hadits tersebut demikian. (lihat: Syarah Shahih Muslim lin Nawawi).
Saudara, demikianlah, sejumlah zikir setelah shalat wajib yang pengasuh terakan di sini, dan masih banyak lagi yang lainnya. Zikir dan doa-doa ini dapat dibaca bersendirian, berjamaah, dengan suara jahar ataupun rendah. Demikan, wallahu a’lamu bish-shawaab.

(http://aceh.tribunnews.com/)